Kamis, 03 Desember 2009

INDONESIA BATASI EKSPOR RUMPUT LAUT GELONDONGAN PADA TH. 2012

JAKARTA-Pemerintah segera membatasi ekspor rumput laut gelondongan (dried seaweed) pada 2012 guna mendorong pertumbuhan industri pengolahan dalam negeri.

"Kebijakan kita paling lambat 2012 ekspor rumput laut gelondongan akan dibatasi. Dan segera setelahnya akan kita tutup," kata Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Victor P H Nikijuluw, di Jakarta, Selasa.

Sejauh ini, menurut dia, industri pengolahan rumput laut di dalam negeri belum berkembang pesat. Dari data DKP tahun 2008, hanya sekitar 15 persen saja ekspor rumput laut dalam bentuk olahan sedangkan sisanya dalam bentuk gelondongan.

Ia mengatakan di Indonesia baru ada 10 produsen pengolahan rumput laut jenis Eucheuma Cottoni dengan kapasitas produksi 500.000 ton per tahun. Sedangkan eksportir rumput laut gelondongan jenis yang sama mencapai 100 perusahaan.

Ia menjelaskan bahwa DKP menyiapkan tiga opsi kebijakan terkait pengembangan pengolahan rumput laut di tanah air. Pertama, eksportir rumput laut gelondongan harus terdaftar dan harus memiliki pabrik pengolahan di dalam negeri.

Opsi kedua, pemerintah membatasi ekspor rumput laut gelondongan. Dan ketiga, memberikan wewenang kepada koperasi untuk melakukan ekspor rumput laut sehingga margin harga dari tingkat pembudidaya ke produsen tidak terlalu tinggi.

"Bisa dibayangkan saat ini harga rumput laut di petani sekitar Rp5 ribu per kilogram, tapi ditingkat eksportir harga sudah satu dolar AS. Perbedaan harga yang jauh inilah yang akan kita potong," ujar Victor.

Ketua Komisi Rumput Laut Indonesia, Farid Ma`ruf mengatakan 50 persen pasokan rumput laut gelondongan dunia berasal dari Indonesia.

Untuk mengurangi ekspor dalam bentuk gelondongan maka upaya yang dilakukan adalah membuat klaster rumput laut, yang mengintegrasikan pengolahan dari hulu hingga hilir sehingga lebih optimal dan bernilai tambah.

Saat ini dikembangkan klaster rumput laut di 12 daerah berbeda. Dari 12 klaster tersebut, ia menyebutkan enam yang sudah berjalan dan produk terakhirnya dalam bentuk ekstrak atau lebih dikenal chip rumput laut.

Impor caraginan dibatasi

Setelah ekspor rumput laut gelondongan akan dibatasi pemerintah tahun 2012 dan kemudian ditutup. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Victor P H Nikijuluw juga menegaskan bahwa pemerintah bertahap akan menutup impor caragenan.

"Impor caragenan kita besar sekali, tapi saya tidak tahu jumlahnya berapa. Kenapa saya bilang besar karena industri-industri makanan atau pun kosmetik besar di Indonesia masih mengimpor itu," ujar dia.

Untuk sekarang ini, ia mengatakan impor tidak bisa ditutup karena industri dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan caragenan tersebut.

"Mereka yang memproduksi sabun, pasta gigi, krim kosmetik, semua mengimpor caragenan. Kita (DKP) sudah berbicara dengan Menko Perekonomian tentang upaya peningkatan industri rumput laut di tanah air, dan ia mendukung impor ditutup jika memang di dalam negeri sudah dapat memenuhi kebutuhan sendiri," tambah Victor. (Ant)

Sumber : www.TvOne.co.id

DKP TARGETKAN EKSPOR RUMPUT LAUT NAIK


JAKARTA. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan, volume ekspor rumput laut tahun ini mencapai 50.000 ton atau senilai US$ 46 juta. Angka ini naik dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 48.000 ton atau senilai US$ 44 juta.
Selama ini, ekspor rumput laut terbesar masih dalam bentuk primer atau bahan baku. Pasar ekspor rumput laut Indonesia adalah China, Korea, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Umumnya, mereka membutuhkan rumput laut sebagai bahan makanan, obat, dan kosmetik.

DKP yakin, permintaan rumput laut di pasar ekspor akan terus meningkat. Pemerintah berharap, ke depan, ekspor tidak lagi dalam bentuk primer. Tapi, minimal dalam bentuk chip (ekstrak). "Hal ini bisa tercapai melalui pembentukan kluster rumput laut di Indonesia," kata Martani Huseini, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP, Senin (9/3).

Selama ini, ekspor rumput laut menyumbang 36% dari total ekspor perikanan yang mencapai Rp 30 triliun. Karena kontribusinya besar, DKP pun serius mengembangkan kluster rumput laut, mulai budidaya sampai industri pengolahan. Untuk mendorong ekspor rumput laut dalam bentuk olahan, "Nanti, kami akan melarang ekspor primer," ucap Martani.

Komisi Rumput Laut Indonesia (KRLI) mengakui, saat ini ekspor rumput laut masih gelondongan. Karena itu, komisi menyambut baik rencana pemerintah mengembangkan kluster. Sistem kluster diharapkan bisa mengontrol mulai dari bibit, pengeringan, sampai pemasaran. "Sistem kluster juga bisa mendorong daerah mempunyai merek rumput laut yang dihasilkan, sehingga harganya lebih mahal," kata W. Farid, Ketua Komisi KRLI.

Sumber : www.kontan.co.id

WELCOME TO MR. FADEL MUHAMMAD


MENTERI BARU, SEMOGA MEMBAWA PERUBAHAN BESAR BAGI PERIKANAN

Dr. Ir. H. Fadel Muhammad lahir di Ternate pada 20 Mei 1952. Sejak 10 Desember 2001, ia terpilih sebagai Gubernur Provinsi Gorontalo.

Melalui Pilkada Gorontalo 2006 yang dilaksanakan pada 26 November 2006, ia terpilih kembali sebagai Gubernur Gorontalo dengan memperoleh 81 persen suara. Nilai ini merupakan nilai tertinggi di Indonesia untuk pilkada sejenis, sehingga dibukukan dalam Rekor MURI sebagai “Rekor Pemilihan Suara Tertinggi di Indonesia untuk Pemilihan Gubernur”.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 73/P/2006 yang berlaku mulai 28 Desember 2006, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mensahkannya menjadi Gubernur Gorontalo untuk masa kerja 2006-2011.

Pada 17 Januari 2007, atau sehari setelah pencanangan “Gerakan Peningkatan Produksi Padi Nasional 2 Juta Ton”, Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf melantiknya sebagai Gubernur Gorontalo bersama Wakil Gubernur Gorontalo Ir. Hi Gusnar Ismail MM untuk periode kedua. Proses pelantikan dilaksanakan di Gedung DPRD, Botu (Gorontalo) dan disiarkan secara nasional melalui siaran TVRI.

Bersama Wakil Gubernur Ir. Hi Gusnar Ismail MM, ia sukses memimpin Gorontalo sejak 2001-2006. Fadel sebelumnya adalah seorang pengusaha dan politikus Indonesia. Ia juga Ketua DPD I Golkar di Gorontalo. Setelah bercerai dengan istri pertamanya, ia menikah dengan Hasanah binti Thahir Shahab.

Fadel meraih gelar Insinyur dari Jurusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1978. Saat sedang menempuh pendidikan di ITB, ia pernah mendapatkan tawaran beasiswa untuk belajar di Institut Teknologi California, namun tawaran tersebut ditolaknya. Ia pernah bergabung dengan Menwa ITB.
Ia adalah salah seorang pendiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan mantan pemimpin Grup Bukaka yang juga didirikannya. Selain itu, ia pernah menjadi salah seorang pemegang saham Bank Intan yang kemudian dilikuidasi. Saat ini Fadel juga adalah Ketua Umum Pengurus Dewan Jagung Nasional.

Daftar Riwayat Hidup

Nama: Fadel Muhammad
Tempat, tanggal lahir: Ternate, 20 Mei 1952

Website:
• fadelmuhammad.org
• www.facebook.com/pages/fadel-muhammad/47904286195

Pendidikan:
* Fakultas Teknik Industri, Departemen Teknik Fisika ITB, (1978).
* Doktor Ilmu Administrasi Negara (predikat Cum Laude), Universitas Gadjah Mada (2007).
* Kursus-kursus Manajemen dan Leadership baik di dalam maupun di luar negeri.

Pengalaman kerja/usaha:

Dunia Usaha:
President dan Chairman dari beberapa perusahaan lokal dan joint ventures dengan perusahaan international sejak tahun 1985.

Profesi:
Anggota Dewan Pertimbangan KADIN INDONESIA sejak 2003

Pendidikan:
* Dosen untuk mata kuliah Seminar Kewirausahaan di FE Univesitas Trisakti Jakarta (1998 – 2000).
* Mengajar pada program Doktor di Universitas Negeri Makasar untuk mata kuliah Manajemen Adminitrasi Publik dan Birokrasi (2007 – 2008).
* Memberikan ceramah/kuliah umum pada berbagai Program Pasca Sarjana di sejumlah universitas untuk topik Kewirausahaan dan New Public Management.

Pemerintahan:
* Gubernur Provinsi Gorontalo (periode 2001 – 2011).
* Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh I

Legislatif:
* Anggota MPR-RI sejak 1992-2004.

Politik:
* Pengurus Inti DPP Partai Golkar sejak 1989 – 2004.
* Ketua DPD Partai Golkar periode 2005 – 2010.

Atas sumbangsih yang beliau dedikasikan kepada masyarakat–baik nasional maupun internasional–sejumlah penghargaan telah dianugerahkan kepada beliau antar lain:

* UPAKARTI oleh Presiden RI (1989), atas jasa dalam membina industri kecil dalam bidang permesinan.
* SATYALANCANA PEMBANGUNAN oleh Presiden RI (1990), atas jasa-jasa yang besar dalam bidang pembangunan.
* MEDALI KARYA TEKNIK UNGGUL oleh Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia (PATI) (1990), atas jasa dalam pengembangan teknologi di Indonesia.
* LEE KUAN YEW FELLOWSHIP AWARD oleh Pemerintah Singapura (1994) atas jasa di bidang kerjasama dalam meningkatkan hubungan persahabatan kedua negara.
Selama menjabat sebagai Gubernur Gorontalo periode 2001-2007, ada 34 penghargaan yang diperoleh, diantaranya :
* PENGHARGAAN KETAHANAN PANGAN TINGKAT NASIONAL Tahun 2004-2006 (Piala Abadi).
* PIAGAM PENGHARGAAN “CITRA PELOPOR INOVASI PELAYANAN PRIMA” atas keberhasilannya sebagai Pelopor Invoasi Pelayanan Prima dalam rangka Kepemerintahan Yang Baik, oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, pada 22 Desember, 2006 dihadapan Presiden RI di Istana Negara, Jakarta.
* PENGHARGAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI atas Pencapaian Menuju Tertib Administrasi Keuangan pada tahun 2005, oleh Ketua BPK RI dihadapan Presiden RI pada 9 Januari, 2007 di Jakarta.
* SATYALANCANA PEMBANGUNAN dari Presiden RI Pada 7 Juli, 2007, di Banyuasin, Palembang.
* SATYALANCANA PEMBANGUNAN dari Presiden RI pada 17 Agustus, 2007 di Kantor Menteri Dalam Negeri Jakarta.
* PENGHARGAAN PRAKARSA PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA Tahun 2007 atas prakarsa pemerintah dan seluruh masyarakat dalam mewujudkan pembangunan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam Pembangunan Manusia Indonesia yang dideklarasikan tahun 2006 oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI pada 17 Desember, 2007 di Jakarta.
* RTTI (REGIONAL TRADE TOURISM INVESTMENT) AWARD dari Dewan Perwakilan Daerah RI atas prestasi mengembangkan iklim investasi yang bersahabat dengan dunia usaha dan masyarakat pariwisata pada 26 Mei 2008 di Jakarta.
INOVASI, KUNCI SUKSES MEMBANGUN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan periode 2010-2014 harus mendukung optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan keunggulan daya saing dan berkeadilan sosial. Untuk mewujudkan hal tersebut, kebijakan dan program yang dilaksanakan harus berorientasi pada pengembangan dan penerapan IPTEK dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia, serta meningkatkan integrasi secara sinergis dari seluruh unit di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk mencapai kinerja yang optimal. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2009-2014, Fadel Muhammad saat acara Serah Terima Jabatan Menteri kelautan dan Perikanan di Kantor DKP Jakarta (22/10).

Inovasi menjadi kunci sukses pembangunan kelautan dan perikanan, karena keunggulan dan daya saing sektor kelautan dan perikanan akan sangat ditentukan oleh lahirnya inovasi-inovasi baru dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Beberapa agenda kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan yang akan segera disusun adalah (a) Program DKP untuk 100 hari ke depan, (b) Renstra DKP yang akan menjadi tolak ukur bagi keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan 5 tahun ke depan, dan (c) tindaklanjut reformasi birokrasi dan restrukturisasi program dan kegiatan yang saat ini telah menjadi agenda nasional.

Disamping itu, beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan DKP untuk 5 tahun kedepan adalah: (1) program terkait usaha perikanan tangkap terpadu (hulu hingga hilir), (2) persoalan perbenihan, pakan dan membangkitkan kembali progam budidaya udang untuk mendukung ekspor dan ketahanan pangan, (3) masalah pengelolaan pulau-pulau termasuk penyelesaian penamaan pulau, masalah Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), tindak lanjut WOC dan CTI Summit, serta tindak lanjut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-ulau Kecil, (4) peningkatan kinerja ekspor hasil perikanan dan penguatan pasar domestik, (5)pemberantasan illegal fishing, (6) pengembangan dan inovasi riset kelautan dan perikanan, (7) peningkatan kualitas dan kapasitas SDM, baik aparatur maupun non-aparatur, dan (8) akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan di pusat dan di daerah.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004-2009, Freddy Numberidalam sambutannya menyampaikan beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan selama periodenya, diantaranya adalah (1) klaster perikanan dan penyempurnaan Permen KP No. 05 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan; (2)perbenihan, pakan dan membangkitkan kembali progam budidaya udang untuk mendukung ekspor dan ketahanan pangan; (3) pengelolaan pulau-pulau termasuk penyelesaian penamaan pulau, masalah Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), tindak lanjut WOC dan CTI Summit, serta tindak lanjut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, (4) peningkatan kinerja ekspor hasil perikanan dan penguatan pasar domestic; (5) pemberantasan illegal fishing; (6) pengembangan dan inovasi riset kelautan dan perikanan; (7)peningkatan kualitas dan kapasitas SDM, baik aparatur maupun non-aparatur; dan (8) akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan di pusat dan di daerah.

Sumber : www. Dkp.go.id

Senin, 23 November 2009

KAJIAN
HASIL PENELITIAN PENGEMBANGAN UMKM RUMPUT LAUT
DI PANTURA JAWA TENGAH (STUDI KASUS DI KAB. BREBES DAN KAB. JEPARA)


Semarang- Kamis 19 November 2009, bertempat di ruang sidang Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah telah dilakukan Kajian terhadap hasil penelitian mengenai “ Studi Pengembangan UMKM Rumput Laut di Pantura Jawa Tengah”. Kegiatan dihadiri oleh perwakilan dari seluruh stakeholder dari 2 (dua) Kabupaten yaitu Brebes dan Jepara, diantaranya : Bappeda kabupaten Jepara; Dislutkan Kabupaten Jepara; Dislutkan Kabupaten Brebes; Dinas Perindustrian Kabupaten Jepara; Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jepara; Akademisi; Peneliti; SMK Rumput Laut Jepara; Pengusaha dan perwakilan ATMI Surakarta.

Setelah melakukan berbagai rangkaian pemaparan hasil penelitian dan diskusi, dihasilkan beberapa point rumusan, sebagai berikuta :

• Berdasarkan potensi lahan budidaya dan permintaan rumput laut, usaha rumput laut di Pantura Jawa Tengah masih dapat dikembang tingkatkan.

• Perlunya membangun komitmen, menyatukan persepsi dan kerjasama sinergi dari seluruh stakeholder dalam rangka pengembangan UMKM perumputlautan di Pantura Jawa Tengah

• Tingkat pengolahan hasil rumput laut menjadi bahan baku pangan masih dalam tarap pengenalan dan uji coba serta dilakukan oleh industry skala rumah tangga

• Dislutkan Kabupaten/Kota, Dinas Koperasi dan UMKM bersama instansi terkait lainya perlu mengembangkan kelembagaan usaha budidaya dan pengolahan rumput laut yang lebih dinamis guna mendukung kegiatan masyarakat pesisir.

• Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta instansi terkait perlu meningkatkan pembinaan kepada para pedagang pengepul dan pengolah rumput laut melalui peninmgkatan program insentif perbaikan fasilitas peralatan pengolah maupun pengadaan peralatan pengolah.

• Perlu meningkatkan kegiatan sosialisasi kepada pengelola industry pengolah dan eksportir rumput laut tentang pentingnya penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan devisa Negara melalui pengaturan system eksport import

• Instansi pemerintah, swasta dan para pembudidaya serta pengolah rumput laut perlu membangun kerjasama untuk meningkatkan jumlah, mutu dan kontinyuitas produksi rumput laut sesuai keinginan pasar.

Minggu, 22 November 2009

PRODUKTIFITAS KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT


HASIL PANEN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT DI BANDENGAN MELAMPAUI TARGET

JEPARA- Perairan Bandengan menyimpan potensi cukup besar, selain merupakan salah satu kawasan wisata pantai yang cukup terkenal di Kabupaten Jepara, namun disamping itu menyimpan potensi perikanan budidaya yang cukup besar. Hasil kajian yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan beberapa waktu lalu menempatkan perairan Bandengan sebagai kawasan yang potensial untuk dikembangkan budidaya rumput laut.

Senin 23 November 2009 telah dilakukan panen bersama pada lokasi kebun bibit rumput laut milik kelompok Bina Karya di kawasan perairan Bandengan Kecamatan Jepara. Kegiatan panen bibit rumput laut yang dihadiri pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara ini dilakukan pada lahan seluas 0,2 Hektar. Adalah Purbo Widodo Ketua Kelompok pembudidaya rumput laut “Bina Karya”, yang mengawali kegiatan budidaya rumput laut di perairan Bandengan melalui bimbingan dan pendampingan teknis dari petugas lapang Dislutkan kabupaten Jepara. Purbo mengaku pada tahap-tahap awal penanaman selalu mengalami kegagalan produksi yang lebih diakibatkan oleh hama ikan beronang, namun dengan keuletan untuk belajar dan mengambil pengalaman sebelumnya akhirnya masalah tersebut mampu dilaluinya. “Alhamdullilah masalah yang dihadapi saat ini telah mampu diantisipasi, dan terbukti saat ini kami mampu panen dengan hasil yang sangat memuaskan”, Ujar Purbo bangga.

Purbo menambahkan, Kapasitas produksi Bibit yang dihasilkan pada luas lahan 0,1 Hektar mencapai 5 ton dari target awal sebanyak 2,5 ton, ini artinya produksi yang dihasilkan telah melampui target. Sebanyak 2 ton bibit akan disupply untuk memenuhi permintaan kebutuhan bibit ke Kabupaten Brebes. “Dengan modal awal sebesar 2 juta , alhamdullilah kami dapat meraup hasil sebesar 5 juta rupiah dari hasil penjualan bibit ke Kabupaten Brebes tersebut, kami mengharapkan masyarakat Bandengan bisa secara bersama-sama memanfaatkan potensi perairan yang ada, sayang jika potensi yang ada kita biarkan begitu saja”, tambahnya.

Menurut Adi Sasongko, Kasie Bina Usaha dan Budidaya disela sela menghadiri acara panen menyatakan bahwa dengan berhasilnya panen rumput laut ini diharapkan akan mampu memperkuat anggapan bahwa perairan Jepara khususnya Bandengan potensial dan layak untuk budidaya rumput laut selain itu yang terpenting kegiatan panen ini diharapkan akan meningkatkan animo mayarakat bandengan untuk terjun melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Ditambahkan Adi, bahwa sejauh ini telah ada calon Investor yang serius ingin melakukan kerjasama kemitraan rumput laut dengan kelompok, yaitu CV. Kita Berdikari. “ Sampai saat ini pembahasan MoU kerjasama telah disepakati, dimana realisasi akan dilakukan setelah musim barat, berkaitan dengan kerjasama ini pihak kami merekomendaskan 2 kawasan pengembangan yaitu Teluk Awur dan Bandengan, mudah-mudahan kerjasama ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan”, ujarnya.

Kendala permodalan seringkali menjadi momok yang menghambat kegiatan usaha budidaya rumput laut khususnya pembudidaya pemula dan skala kecil. Sehingga ke-depan perlu upaya strategis melalui perhatian dan implementasi nyata dalam memanfaatkan potensi laut di perairan Jepara. Hal ini penting karena kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan alternative usaha yang secara ekonomi layak dikembangkan pada madyarakat pesisir yang nota bene kehidupan ekonominya jauh tertinggal.



Sumber : Harian Suara Merdeka

Rabu, 28 Oktober 2009

PROSEDUR PEMBUATAN ATC (ALKALI TREATED COTTONI) CHIPS


1. Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong

•Bahan Baku


Bahan baku adalah bahan yang dipergunakan sebagai bahan pokok dan akan diolah menjadi suatu produk. Bahan baku yang biasa digunakan yaitu dari golongan Rhodophyceae jenis Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii. Sebelum melakukan pengolahan terlebih dulu dilakukan pengujian kadar air sesuai dengan standar mutu yaitu sekitar 35 %. Selanjutnya dilakukan penyortiran awal rumput laut dari benda-benda asing.

•Bahan penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan oleh perusahaan untuk memperlancar proses produksi selain bahan baku. Bahan penolong yang biasa digunakan yaitu : larutan KOH, NaOH, sodium triphospat, CaOCl2 (kaporit), dan CH3COOH (asam cuka).

•Proses Pencucian, Pemasakan, Pembilasan dan Pemotongan Bahan Baku Rumput Laut

Sebelum dimasak dilakukan pencucian awal untuk menghilangkan kotoran dan garam yang masih menempel pada bahan baku rumput laut. Rumput laut dibilas dengan menggunakan keranjang besar (terbuat dari besi) kemudian dimasukkan dalam bak pencucian. Selanjutnya dilakukan pemasakan di atas bak (tungku) pemasakan selama 2–3 jam dengan suhu 80 - 90 oC dengan penambahan larutan alkali (KOH). Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60 kg : 60 kg

Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2 – 3 cm. Rumput laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan.

2. Proses Pengeringan Rumput Laut

Proses pengeringan rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

•Alat Pengering (Tray Dryer)

Pengeringan dengan menggunakan alat pengering hanya dilakukan sewaktu-waktu jika permintaan melimpah dan musim hujan. Mesin pengering ini skala industri dapat mengeringkan rumput laut dalam bentuk Chip ATC sebanyak 300 kg dalam waktu 8 jam. Kadar air yang dihasilkan berkisar antara 10 – 11 % dengan suhu pengeringan 80oC.

Pengeringan dengan Matahari (Sun Drying)

Pengeringan dilakukan dengan menyebarkan rumput laut di atas lantai pengeringan dengan ketebalan kurang dari 5 cm atau dapat pula menggunakan modifikasi alat pengeringan seperti Solar TĂșnel Dryer(STD).

Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1 – 2 hari. Pengeringan dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air 10 - 12 %.

3. Pembersihan

Melakukan penyortiran kembali terhadap rumput laut yang telah kering. Penyortiran dilakukan dengan menggunakan peralatan tradisional seperti tampi dan keranjang. Sedangkan untuk mendeteksi benda asing berupa logam dan batu-batu kecil digunakan alat detector. Produk yang diperoleh dari hasil penyortiran disebut ATC Chip (Alkali Treated Cottonii) untuk Eucheuma cottonii dan ATS Chip (Alkali Treated Spinosum) untuk Eucheuma spinosum.

4. Proses Pengepakan dan Pemasaran

Proses pengemasan dilakukan pada produk yang sudah siap untuk dipasarkan. Pengemasan terdiri dari dua jenis yaitu kemasan primer (dalam) terbuat dari plastik pollythlene berfungsi untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan (luar). Karena carrageenan mempunyai kemampuan untuk menyerap air yang sangat tinggi, sehingga perlu dikemas dengan kemasan kedap air. Sedangkan kemasan sekunder (luar) terbuat dari polypropylene selain berfungsi untuk melindungi produk juga sebagai tempat melekatnya logo perusahaan, tipe produk, berat bersih dan nomor kode. Selanjutnya, produk dapat disimpan dalam gudang ataupun langsung dipasarkan jika sudah hada permintaan.

Proses pengolahan rumput laut menjadi Alkali Treated Cottonii (ATC) Chips untuk skala industri melalui beberapa tahap, dapat dilihat pada diagram berikut :

Rabu, 21 Oktober 2009

KELOMPOK PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT AKAN JAJAKI KEMITRAAN DENGAN PIHAK INVESTOR


JEPARA- Melalui upaya pendekatan dan ekspose kegiatan budidaya rumput laut terhadap beberapa pengusaha, baru-baru ini ada salah satu investor yaitu CV. Indonesia Berdikari yang serius berniat untuk melakukan investasi melalui kerjasama kemitraan dengan kelompok pembudidaya rumput laut di pesisir Jepara daratan. Direktur perusahaan Rudi P, menyatakan bahwa dirinya berminat untuk melakukan Investasi usaha budidaya rumput laut di Pesisir Jepara daratan melalui kerjasama kemitraan secara berkelanjutan dengan kelompok pembudidaya yang ada. Seperti diakui Rudi, bahwa dirinya tertarik dengan usaha rumput laut karena mempunyai prospek yang cukup besar, meski dirinya baru pertama kali terjun pada dunia usaha Pe-rumputlaut-an. “Selain itu juga kami berencana menjadi investor pasif pada pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Belitung”, tambahnya.

Dua kawasan yang direkomendasikan , menurut TPT Perikanan Budidaya adalah Teluk Awur dan Bandengan dengan total lahan potensial ≥ 200 Ha. “Sejauh ini sudah ada pembicaraan dengan pihak kelompok dalam hal ini kelompok Sido Makmur dan Bina Karya, tinggal menunggu kesepakatan akhir terkait penentuan mekanisme pola kemitraan yang akan dibangun yang menjamin keberlangsungan usaha secara bertanggungjawab,fleksibel, transparan dan saling menguntungkan”, tambahnya.

Pola inti-plasma merupakan pola kemitraan yang direkomendasikan, karena sejauh ini yang paling layak diterapkan pada kegiatan budidaya rumput laut dan terbukti mampu diterapkan pada kegiatan usaha budidaya rumput laut di Karimunjawa, Jepara. Berdasarkan jadwal produksi tahunan budidaya rumput laut di perairan Jepara, kemungkinan realisasi akan dilakukan mulai bulan Maret 2010. “Sambil menunggu musim barat usai , kami akan merampungkan kesepakatan akhir dan menyusun draf MoU terlebih dahulu untuk disepakati bersama”, ujar Rudi. Ditambahkan Rudi, bahwa jika berjalan lancar target awal pengembangan pihaknya siap sekitar 5 – 10 Hektar lahan budidaya, dengan target produksi minimal 15-30 ton/siklus serta melibatkan dua kelompok plasma dengan total 50-100 pembudidaya.

"Menjelang musim barat ini kegiatan budidaya dikurangi intensitasnya, karena kami khawatir dampak kerugiannya akan besar jika dipaksakan, jadi sementara hanya sebatas periapan bibit saja", ujar Masyudi ketua kelompok Sido Makmur. Dengan adanya dukungan pihak investor melalui kerjasama kemitraan diharapkan kendala permodalan di tingkat pembudidaya dapat diminimalisir sehingga target produksi, pengelolaan lahan dan tingkat pendapatan minimal pembudidaya dapat tercapai.


Sumber : Redaksi

Sabtu, 10 Oktober 2009

PENGELOLAAN KELAUTAN BUTUH REVISI UNDANG-UNDANG

Sumber : www.oneworld.com

JAKARTA—Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak pemerintah untuk merespon Draf Rancangan Undang-undang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang diusulkan oleh DPR RI. Pasalnya, keterlambatan respon pemerintah dinilai telah berdampak pada melambannya pembenahan kegiatan perikanan nasional.

“Tiada payung hukum yang akan menjadi latar bagi reformasi kebijakan perikanan nasional, setali tiga uang dengan amburadulnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berlangsung hingga detik ini,” kata M. Riza Damanik, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), seperti dikutip dari rilis yang diterima Republika, Selasa (1/9).Buntutnya, kata Riza, antar divisi teknis dalam Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tetap menubrukkan kepentingan sektoralnya, seperti HP3, kluster perikanan, dan trawl, tanpa koordinasi dan acuan kebijakan turunan yang sejalan dengan UUD 1945. Nelayan tradisional dan masyarakat pesisir, ujar Riza, menanti kehendak politik pemerintah dalam mereformasi kebijakan perikanan nasional.

Menurut Riza, inisiatif yang dibangun oleh DPR RI bertolak dari tiadanya upaya perlindungan maksimal dan pemenuhan atas hak-hak konstitusi nelayan dan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan perikanan tradisional. Riza menjelaskan, delapan bulan sejak inisiatif Revisi UU Perikanan dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Proglegnas) pada Desember 2008 lalu, pemerintah terlihat absen memberikan perhatian dan dukungannya.

Absennya tindak lanjut pemerintah, menurut Riza, mengandaikan tiadanya kehendak politik yang baik untuk membenahi carut-marutnya kebijakan perikanan nasional. Padahal, waktu yang tersedia kian mepet, hanya menyisakan waktu sebulan. “Jika terlambat, maka agenda-agenda reformasi gelombang kedua yang diusung presiden bak tong kosong nyaring bunyinya,” ujar Riza.

Riza menuturkan, negari kepulauan sebesar Indonesia memilik kerentanan yang teramat pelik. Tanpa keterhubungan kebijakan di tingkat nasional, tambahnya, berbagai konflik vertikal dan horisontal bakal terus bertebaran. Oleh karena itu, ujar Riza, revisi Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan merupakan kehendak politik DPR RI yang ditujukan untuk menempatkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan nasional demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, khususnya nelayan tradisional dan masyarakat pesisi yang tingaal di pulau-pulau kecil.
“Pasalnya, kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan saat ini justru membenturkan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir dengan kepentingan pemilik modal,” tanda Riza.

Rabu, 23 September 2009

PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL MELALUI AQUABISNIS RUMPUT LAUT

PERLUNYA PENGEMBANGAN KLASTER AQUABISNIS RUMPUT LAUT DI JEPARA

Oleh : Cocon Sidiek, S.Pi

Kabupaten Jepara yang secara geografis merupakan wilayah pesisir yang menyimpan potensi besar di sector perkanan terutama sumberdaya rumput laut baik di Karimunjawa maupun Pesisir Jepara daratan. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang luas baik local maupun orientasi eksport. Ketersedian teknologi yang sederhana, serta cash flow yang terhitung cepat dengan margin keuntungan yang besar dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang besar,menjadikan kegiatan usaha rumput laut sebagai kegiatan usaha perikanan yang mampu menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat pesisir Jepara. Sebagai gambaran bahwa produksi rumput laut Jepara pada saat puncak musim tanam dapat mencapai ≥ 600 ton/bulan atau sekitar 7.200 ton per-tahun dengan jumlah pelaku budidaya mencapai sekitar 1.200 orang. Dalam 8 bulan terakhir (sampai dengan Agustus 2009) perputaran dana hasil produksi rumput laut dalam bentuk raw-material di Karimunjawa mencapai ± 2,5 milyar, angka yang cukup tinggi dan memberikan peluang investasi yang besar.

Tingkat pemanfaatan budidaya rumput laut sampai saat ini belum mampu meng-cover keseluruhan luas lahan potensial yang ada, ini artinya peluang usaha dan investasi masih sangat tinggi. Beberapa factor yang menyebabkan lambatnya perkembangan aquabisnis rumput laut di Jepara antara lain disebabkan : Keterbatasan permodalan di tingkat pelaku utama, Kelembagaan di tingkat pembudidaya/pelaku utama belum terbentuk secara kuat dan mandiri dan Mind set pola pengembangan yang belum terbangun dengan baik serta belum terwujudnya persamaan persepsi, komitmen serta kerjasama sinergi diantara seluruh stakeholder dalam memaksimalkan pemanfaatan potensi local (internal resources) dan peluang-peluang ekternal (external chances) yang ada, sehingga menyebabkan mata rantai proses produksi berhenti pada tahapan tertentu.

Melihat besarnya potensi dan peluang serta permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan langkah strategis salah satunya dengan melalukan pengembangan ekonomi lokal melalui pendekatan klaster aquabisnis rumput laut. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mendukung dan menjadikan komoditas rumput laut menjadi produk unggulan sector perikanan melalui pengembangan mata rantai kegiatan usaha dari hulu ke hilir (supply chain) yang efisien dan efektif agar hasil produksi mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang tinggi.

Pengembangan klaster rumput laut pada hakekatnya lebih mengedepankan kemitraan yang dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diatara stakeholder secara sinergis dan saling menguntungkan dengan demikian pengembangan ekonomi local melalui aquabisnis klaster rumput laut harus menjadi bagian integral dari upaya pemerintah daerah melalui pemberdayaan masyarakat pesisir, peningkatan daya saing kolektif, penciptaan peluang-peluang baru serta pertumbuhan ekonomi berkesinambungan melalui peningkatan produk sector perikanan dalam hal ini komoditas rumput laut. Model klaster yang dibangun merupakan kumpulan unit usaha yang secara kolektif dapat memperbaiki kinerja dari klaster. Komponen unit usaha tersebut diantaranya : pertama, unit usaha pendukung proses produksi meliputi unit usaha pembibitan dan unit usaha penyedia saprokan; ke-dua, unit usaha produksi, meliputi unit usaha budidaya dan UMKM pengolah; ke-tiga, unit usaha perdagangan dan distribusi meliputi pedagang pengepul, eksportir maupun pedagang besar; ke-empat adalah unit usaha jasa pelayanan meliputi perbankkan dan unit pelayanan public dalam hal ini instansi pemerintah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi, Disperindag dan Dinas Kesehatan, Bappeda dan lembaga penelitian. Pada pengembangan klaster aquabisnis rumput laut seluruh komponen unit usaha tersebut harus merupakan suatu jaringan usaha yang terintegrasi secara sinergi.

Dari beberapa aspek di atas yang harus menjadi point penting dalam rangka membangun system kluster aquabisnis rumput laut adalah pertama : perlu adanya kesamaan persepsi, komitmen, tanggung jawab dan kerjasama sinergi ran dari seluruh stake holder mulai dari pelaku utama, UMKM pengolah, pelalu usaha, pemerintah, akademisi, perbankkan serta lembaga/institusi dalam mendukung terbentuknya model aquabisnis klaster rumput laut; Kedua : adalah peran pendampingan secara berkelanjutan yang menjadi tanggung jawab bersama semua elemen yang terlibat secara langsung dengan titik berat pada penguatan kelembagaan dan kemandirian serta membangun kultur positif pelaku utama rumput laut.

Forum Group Discussion Studi Pengembangan UMKM Rumput Laut di Kabupaten Jepara yang baru-baru ini telah dilakukan, hendaknya bukan hanya sekedar wacana namun harus melalui implementasi nyata melalui peran sinergis dari semua stake holder terutama pihak pemerinatah. Optimisme untuk membangun ekonomi lokal serta menjadikan Jepara sebagai sentral produksi rumput laut serta terwujudnya pola pengembangan kawasan rumput laut yang terintegrasi dari hulu ke hilir akan sangat mungkin untuk diwujudkan. Sehingga tiga pilar pembangunan perikanan yang meliputi Pro-growth, Pro-poor dan pro-job akan terwujud melalui peran pemberdayaan mayarakat pesisir Jepara. Sudah saatnya sector Perikanan menjadi pilar utama dalam menopang pertumbuhan ekonomi daerah.

Sabtu, 19 September 2009

MEMBANGUN POLA PENGEMBANGAN KLUSTER RUMPUT LAUT DI JEPARA

Dalam perspektif perikanan budidaya, upaya penaggulangan tingkat kemiskinan harus dilakukan dalam kerangka memberdayakan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya kecil maupun pemula melalui proses pendidikan yang berkelanjutan dengan prinsip “menolong diri sendiri melalui peningkatan kemampuan”. Dengan demikian, mereka akan mampu menggali dan memanfaatkan potensi yang ada dan menjangkau kemudahan dalam aspek potensi sumberdaya, permodalan, teknologi maupun pasar.

Kabupaten Jepara yang secara geografis diuntungkan, karena merupakan wilayah pesisir yang menyimpan potensi besar di sector perkanan terutama sumberdaya rumput laut baik di Karimunjawa maupun Pesisir Jepara daratan. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.79/IV/Set-3/2005 bahwa di perairan Karimunjawa luas Zona untuk pemanfaatan budidaya perikanan termasuk rumput laut mencapai 788, 213 Hektar. Sedangkan menurut hasil kajian DKP Kabupaten Jepara total potensi lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut di pesisir Jepara daratan mencapai ± 350 Ha meliputi perairan Teluk awur, Bandengan, Mlongo dan perairan Bondo.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang luas baik local maupun orientasi eksport. Ketersedian teknologi yang sederhana, serta cash flow yang terhitung cepat dengan margin keutungan yang besar ,menjadikan kegiatan usaha rumput laut sebagai kegiatan usaha perikanan yang mampu menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat pesisir Jepara. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, kegiatan usaha budidaya rumput laut mampu menyerap tenaga kerja yang besar, dimana pada semua tahapan proses produksi melibatkan 2-3 orang tenaga kerja lepas melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir dan anak-anak. Dari total pengelolaan lahan saat ini sekitar 123 Hektar untuk kegiatan budidaya saja mampu menyerap tenaga kerja ≥ 3200 orang. Nilai penyerapan ini belum termasuk industri olahan rumput laut.

Kapasitas produksi hasil panen rumput laut Jepara yang mampu dihasilkan pada saat puncak musm tanam dapat mencapai 600 ton/bulan atau sekitar 7.200 ton per-tahun. Dengan nilai jual dan perputaran dana mencapai angka ≥ 400 juta/bulan. Dalam 8 bulan terakhir (sampai Agustus 2009) perputaran dana hasil produksi rumput laut telah mencapai nilai ± Rp. 2.5 milyar, angka yang cukup tinggi dan memberikan peluang investasi yang besar. Terkait dengan pola kemitraan, saat ini berjalan pola kemitraan system inti plasma, sehingga peran pemerntah pada tahap memfasilitasi dan membangun kelembagaan yang kuat dan mandiri. Hasil uji kualitas yang dilakukan oleh perusahaan mitra, memberikan hasil bahwa kualitas produk rumput laut Karimunjawa masuk kategori sangat baik dibanding hasil produksi daerah lain di Indonesia.

Ada beberapa permasalahan yang harus menjadi bahan evaluasi terutama menyangkut permasalan non-teknis, diantaranya :
1. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan
2. Kelembagaan kelompok yang masih lemah, kompleksitas kultur masyarakat dan dinamika kelompok yang menghambat kegiatan usaha.
3. Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, dimana Jumlah pelaku utama tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
4. Keterbatasan permodalan dan sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak swasta.
5. Belum terwujudya pola pengembangan melalui pengelolaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir
6. Belum terwujudnya peran sinergis diantara seluruh stakeholder, menyebabkan mata rantai proses produksi selalu berhenti pada suatu tahapan tertentu.
7. Lembaga/institusi pendukung usaha rumput laut belum secara maksimal memberikan peran dan kontribusi yang maksimal, fenomena yang ada masih terjadi ego-sektoral diantara lembaga/institusi, sehingga program berjalan dengan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi.
8. Mind set mengenai pola pengembangan belum terbangun dengan baik.

Permasalahan di atas merupakan beberapa hal yang dapat menghambat proses pengembangan kluster rumput laut, sehingga perlu adanya langkah kebijakan strategis. Untuk itu perlu dilakukan tindak lanjut, diataranya :
1. Perlunya advokasi berkaitan dengan pola kemitraan usaha rumput laut
2. Perlunya implementasi peraturan perihal pemanfaatan zonasi perairan
3. Meningkatkan peran dan kerjasama secara sinergi dan berkelanjutan dari seluruh stakeholder dalam menjamin keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.
4. Perlunya menyusun model jaringan sinergis mulai dari factor produksi sampai dengan pasar
5. Perlunya dukungan permodalan baik dari pemerintah,perbankkan dan swasta
6. Perlu merubah kultur masyarakat dan membangun mind set melalui sosialisasi baik aspek teknis maupun non teknis tentang sumberdaya rumput laut.
7. Perlunya pengawasan kualitas dan perkembangan pasar secara berkala
8. Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka alih terap teknologi, penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
9. Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
10. Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
11. Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi (sistem kluster) dengan memberdayakan kelembagaan kelompok pengolah.
12. Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluruh seperti adanya forum rembug dan temu lapang terhadap semua rangkaian kegiatan usaha rumput laut, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan dan mencari solusi atas kendala yang dihadapi.
13. Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan usaha rumput laut di Kabupaten Jepara.
14. Perlu implementasi nyata hasil kajian dan penelitian sumberdaya rumput laut terhadap pelaku utama, sehingga tidak hanya berhenti pada tahap kajian saja namun harus dilakukan transfer dan pengembangan terhadap pelaku utama

Dari beberapa aspek di atas yang harus menjadi point penting dalam rangka membangun system kluster rumput laut adalah pertama : kesamaan persepsi, komitmen dan kerjasama sinergi dari seluruh stakeholder mulai dari pelaku utama, pelalu usaha, pemerintah, akademisi, perbankkan serta lembaga/insttusi ; Kedua : adalah peran pendampingan secara berkelanjutan yang menjadi tanggung jawab bersama semua elemen yang terlibat secara langsung dengan titik berat pada penguatan kelembagaan dan kemandirian serta membangun kultur positif pelaku utama rumput laut..

Jumat, 11 September 2009

FORUM GROUP DISCUSSION PENGEMBANGAN UMKM RUMPUT LAUT


FORUM GROUP DISCUSSION (FGD)
STUDI PENGEMBANGAN UMKM RUMPUT LAUT DI KABUPATEN JEPARA


JEPARA- Forum Group Discussion (FGD) Studi Pengembangan UMKM Rumput Laut dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 10 September 2009, di Ruang rapat I Bappeda Kabupaten Jepara, dimana sebelumnya telah dilakukan interwiew secara langsung terhadap perwakilan kelompok pembudidaya dan pengolah di pesisir Jepara, pengepul dan petugas teknis DKP Kabupaten Jepara. Forum ini difasilitasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Tengah dan dihadiri dari seluruh stake holder yang terlibat dalam sumberdaya rumput laut, diantaranya : dari balitbang Propinsi Jawa Tengah; akademisi dari Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas 17 Agustus Semarang ; Bappeda Kabupaten Jepara; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara; Disperindag Kabupaten Jepara, Dinas Koperasi Kabupaten Jepara; SMK I Pertanian Jepara; Pelaku Usaha; Lembaga Keuangan Mikro; Pelaku Industri serta Pelaku Utama.

Mendengar pemaparan tentang perkembangan dan permasalahan dari masing-masing stakeholder rumput laut, dapt ditarik kesimpulan secara umum menenai beberapa permasalahan yang menghambat proses pengembangan UMKM rumput laut, diantaranya :
Aspek Teknis :
1.Perubahan iklim yang sulit diprediksi, dan mempengaruhi pola tanam
2.Adanya gelombang musman yang mengancam aktivitas kegiatan usaha
3.Terjadinya degradasi kualitas rumput laut yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas produksi dan pertumbuhan rumput laut, karena belum adanya pengenalan tehadap jenis/varietas baru yang lebih unggul. Bibit yang dipakai secara terusmenerus merupakan jenis yang sama.
4.Grade kualitas hasil olahan yang dilakukan oleh SMK I Perikanan dalam bentuk Karaginan belum memenuhi standar kualitas pasar.

Aspek Non-Teknis :
1.Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, Konservasi dan nelayan tangkap.
2.Kelembagaan kelompok yang masih lemah dan bahkan di Karimunjawa banyak yang belum mempunyai wadah kelompok, hal ini berpengaruh terhadap efektifitas pola pendampingan dan control terhadap aktivitas budidaya
3.Kultur Masyarakat pesisir dan dinamika kelompok yang berpengaruh terhadap kinerja pelaku utama dalam melakukan kegiatan usaha rumput laut
4.Harga yang cenderung fluktuatif (tidak stabil), disebabkan orientasi eksport masih dalam bentuk Raw-material (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah,serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di Luar Negeri.
5.Keterbatasan permodalan, khususnya pembudidaya di Pesisir Jepara Daratan , sehingga menghambat proses pengembangan kawasan. Hal ini karena pembudidaya belum mampu untuk melakukan saving dana hasil penjualan untuk kegiatan perluasan lahan dan kapasitas produksi.
6.Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, sehingga mempengaruhi efektifitas alih terap teknologi. Besarnya Jumlah pelaku utama budidaya tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
7.Sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak investor, hal ini karena kegiatan usaha budidaya masih diangap kegiatan yang High-risk.
8.Belum terwujudya pola pengembangan kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir (system kluster), hal ini terjadi karena kurang optimalnya peran seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha rumput laut.
9.Belum terwujudnya sinergitas diantara seluruh stakeholder, menyebankan mata rantai selau putus pada tahapan proses usaha rumput laut.
10.Lembaga/institusi pendukung usaha rumput laut belum secara maksimal memberikan peran dan kontribusi yang maksimal, fenomena yang ada masih terjadi ego sektoral diantara lembaga/institusi, sehingga program berjalan dengan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi.
11.Keterbatasan pendanaan dalam rangka melakakukan kajian dan penelitian
12.Mind site mengenai pola pengembangan belum terbangun.

Setelah dilakukan serangkaian diskusi dan mengkaji beberapa permasalahan yang dipaparkan seluruh stake holder dapat ditarik kesimpulan sebagai rencana tindak lanjut yang harus segera dilakukan, yaitu :
1.Perlunya advokasi berkaitan dengan pola kemitraan usaha rumput laut, namun demikian MoU yang dilakukan antara pelaku utama dengan pelaku usaha harus bersifat fleksibel dan menguntungkan kedua belah pihak
2.Perlunya kerjasama secara sinergi dan berkelanjutan dari seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha dan sumberdaya rumput laut
3.Perlunya menyusun model jaringan sinergis mulai dari factor produksi sampai dengan pasar
4.Perlunya dukungan permodalan baik dari pemerintah maupun swasta
5.Perlu merubah kultur masyarakat dan membangun mind site melalui sosialisasi baik aspek teknis maupun non teknis tentang sumberdaya rumput laut.
6.Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
7.Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
8.Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
9.Melakukan alih terap dan transfer informasi teknologi budidaya yang terbarukan
10.Memfasilitasi kelompok pembudidaya untuk mendapatkan akses/dukungan untuk menunjang dan meningkatkan pengelolaan budidaya dan kapasitas produksi melalui pendekatan terhadap pemerintah pusat , lembaga perbankkan dan mitra usaha.
11.Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
12.Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka
13.Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi dengan baik (sistem kluster). Salah satu upaya adalah membentuk kelompok pengolah rumput laut melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir, sehingga secara langsung dapat meningkatkan posisi tawar hasil produksi
14.Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluruh seperti adanya forum rembug dan temu lapang terhadap semua rangkaian kegiatan usaha rumput laut dari seluruh kelompok pembudidaya, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan serta mencari alternative solusi atas kendala yang dihadapi.
15.Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang secara langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara.
16.Meningkatkan peran seluruh stake holder untuk ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.
17.Perlu implementasi secara langsung hasil kajian dan penelitian sumberdaya rumput laut terhadap pelaku utama, sehingga tidak hanya berhenti pada tahap kajian saja namun harus dilakukan pengembangan terhadap pelaku utama.


Sumber : www.seaweed81jpr.blogspot.com

JEPARA SEBAGAI CENTRAL PRODUKSI RUMPUT LAUT PROPINSI JAWA TENGAH


PERKEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni
DI KABUPATEN JEPARA


I.SEJARAH PERKEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Di Karimunjawa

Awal pengenalan kegiatan budidaya sejak tahun 2000, sempat mengalami penurunan aktivitas budidaya antara tahun 2003 s/d 2004 disebabkan kendala penyerapan hasil produksi oleh pasar. Bangkit kembali mulai tahun 2005 dan mengantarkan 2 kelompok pembudidaya rumput laut yaitu Bintang Laut dan Alga Jaya menjadi juara tingkat nasional, pada perjalannnya mencapai puncak peningkatan pemanfatan potensi lahan dan kapasitas produksi sampai dengan sekarang.

Di Pesisir Jepara Daratan

Aktivitas produksi budidaya rumput laut secara masal mulai dilakukan sejak bulan Maret 2009 seiring dengan adanya program pengembangan kawasan budidaya rumput laut dari Ditjen Perkanan Budidaya DKP melalui alokasi Bantuan Pengembangan Usaha Kecil Perikanan Budidaya (BS-PUKPB). Sasaran awal terhadap 9 kelompok pembudidaya yangterdiri dari 152 pembudidaya rumput laut pemula.


II.POTENSI LAHAN DAN SDM

Di Karimunjawa

Keberdaaan Karimunjawa yang merupakan kawasan kepulauan secara geografis mempunyai tingkat kelayakan yang tinggi untuk dilakukan pengembangan budidaya rumput laut. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.79/IV/Set-3/2005 bahwa luas wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa seluas 111.625 Hektar, dimana Zona untuk pemanfaatan aktivitas budidaya perikanan termasuk rumput laut mencapai 788, 213 Hektar. Jumlah SDM pelaku usaha budidaya rumput laut mencapai ± 1200 orang dari total penduduk Kepulauan Karimunjawa yang mencapai ± 8.000 0rang.

Di Pesisir Jepara Daratan

Berdasarkan kajian yang dilakukan mulai awal bulan April s/d Juni 2009 diperoleh data bahwa total potensi lahan budidaya rumput laut mencapai ± 320 Hektar. Dengan wilayah yang paling potensial berada pada perairan Teluk Awur (±150 Ha), Bandengan (±50 Ha), dan Bondo (±40 Ha). Jumlah SDM pelaku usaha budidaya rumput laut mencapai ± 228 orang dengan pembudidaya aktif ± 163 orang yang tergabung dalam 11 kelompok pembudidaya.

III.CAPAIAN

A.Pemanfaatan Lahan dan Kapasitas Produksi

Di Karimunjawa

Pemanfaatan lahan baru mencapai ± 120 Ha atau sekitar 15,2 % dari total potensi lahan yang diperuntukan untuk buddaya seluas 788, 213 Ha. Ini artinya lahan yang termanfaatkan belum mampu untuk meng-cover keseluruhan potensi yang ada.
Sedangkan Kapasitas produksi per-bulan dalam keadaan normal baru mencapai rata-rata 60 ton berat kering atau 720 ton per-tahun dengan puncak musim tanam per-tahun selama 9 bulan (April-Desember). Data terakhir sampai dengan Agustus Total produksi kering yang dihasilkan telah mencapai ± 240 ton.

Hasil analisa terhadap kualitas produksi rumput laut asal Karimunjawa oleh pabrik pengolah (Shanghai Brillian) di China, menyimpulkan bahwa kualitas rumput laut dari Karimunjawa dan Maumerre NTT sangat baik dan mendapat kategori istimewa dibanding hasil produksi lain di Indonesia.

Di Pesisir Jepara Daratan

Pemanfaatan lahan baru mencapai 4,4 Ha atau sekitar 1.37 % dari total potensi lahan yang ada seluas ± 320 Ha. Sedangkan kapasitas produksi sampai dengan bulan Agustus baru mencapai ± 3,3 ton berat kering. Namun demikian perkembangan ini membuktkan bahwa pesisir Jepara pada kawasan tertentu layak untuk dilakukan pengembangan kawasan budidaya rumput laut.

B.Gambaran Akses Pasar dan Pola Kemitraan

Di Karimunjawa

Pola kemitraan pasar yang saat ini berjalan di Karimunjawa adalah pola inti plasma (babak angkat), dimana pengepul local sekaligus bertindak sebagai pemodal yang memberikan dukungan sarana produksi budidaya terhadap pembudidaya binaan. Sedangkan hasil produksi dijamin sepenuhnya oleh pengepul local atau pedagang antar pulau untuk kemudian di jual kembali terhadap pihak eksportir atau perusahaan pengolah. Untuk Karimunjawa sendiri saat ini jaminan penyerapan pasar di tingkat eksportir/perusahaan besar telah dilakukan pola kerjasama antara pengepul local dengan PT. Indo Carrageen di Surabaya sebagai pemasok bahan baku utama pada perusahaan Shanghai Brillian (sebuah group perusahaan yang bergerak dalam industry rumput laut).
Pada pembicaraan awal dengan pihak perusahaan, bahwa ke-depan direncanakan akan membangun pabrik pengolah di Indonesia. Untuk memenuhi rencana tersebut, maka pihaknya harus menguasai 20% Raw-material rumput laut di seluruh Indonesia. Diharapkan ke-depan konsentrasi pengembangan di kabupaten Jepara, khususnya di Kepulauan Karimunjawa akan dapat dilakukan guna memncapai target kapasitas produksi tersebut. Dengan menguasai 20% bahan baku rumput laut di Indonesia,maka pengendalian harga tidak tergantung pada pabrik pengolah di China, namun dapat dengan mudah melakukan pengendalian terhadap stabilitas harga di dalam negeri dengan begitu akan mempengaruhi terhadap peningkatan posisi tawar produksi dari pembudidaya.

Di Pesisir Jepara Daratan

Pola kemitraan baru pada tahap penjaminan akses pasar hasil produksi, sedangkan support dukungan sarana produksi dari pihak pemodal belum ada. Kegiatan budidaya masih mengandalkan pemanfaatan bantuan dana stimulant dari pihak pemerintah. Namun demikian beberapa langkah pendekatan dan ekspose kegiatan budidaya sedang dilakukan dalam rangka menarik pihak investor untuk menjalin pola kemitraan dengan kelompok pembudidaya. Dalam rangka menjamin penyerapan produksi ditingkat pembudidaya/Pokdakan secara fleksibel, transparan dan berkelanjutan, maka telah dilakukan upaya melalui pola kemitraan dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai fasilitator sekaligus penjamin akses pasar ditingkat pembudidaya/pokdakan.

C.Nilai Jual dan Perputaran Dana Hasil Produksi Rumput Laut

Di Karimunjawa

Sampai dengan 8 bulan terakhir (s/d Agustus 2009) total produksi telah mencapai ± 240 ton, dengan asumsi harga Rata-rata ditingkat pengepul local mencapai angka Rp. 9.000/kg, maka sampai dengan Agustus nilai jual dan perputaran dana hasil produksi rumput laut di Karimunjawa mencapai ± Rp. 2.160.000.000,- (dua milyar seratus enam puluh juta rupiah). Atau rata-rata per-bulan pada saat puncak musim tanam dapat mencapai angka ≥ Rp. 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Di Pesisir Jepara Daratan

Sampai dengan saat ini hasil produksi awal baru mencapai 3,3 ton dengan nilai jual baru mencapai ± Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Melalui dukungan dari seluruh stakeholder angka ini sangat mungkin untuk ditingkatkan.

D.Gambaran Tingkat Pendapatan Pembudidaya

Di Karimunjawa

Dengan rata-rata pengelolaan lahan per-pembudidaya seluas 1.000 m2 (10 line x 100 m), maka masing-masing pembudidaya mampu mendapatkan penghasilan minimal per-bulan ≥ Rp. 1.800.000,- (minimal satu juta delapan ratus ribu rupiah).

Di Pesisir Jepara Daratan

Rata-rata pengelolaan lahan awal baru mencapai ± 200 m2, dengan pendapatan baru mencapai ≤ Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah).

E.Gambaran Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Di Karimunjawa

Kegiatan usaha rumput laut tidak hanya seputar proses pemeliharaan saja, namun yang terlibat yaitu pada pelaku pengikatan bibit, pengikatan tali, penjemuran, packaging dan tenaga panen. Jika dirata-rata setiap proses kegiatan di luar pemeliharaan melibatkan tenaga kerja lepas sebanyak 1 orang, maka setiap 1.000 m2 lahan mampu melibatkan sebayak 2-3 orang. Itu artinya tenaga kerja yang terserap pada kegiatan budidaya rumput laut mencapai ± 3.000 orang. Tenaga ini termasuk memberdayakan para ibu-ibu pesisir dan anak-anak.

Di Pesisir Jepara Daratan

Tenaga Kerja yang terserap pada rangkaian proses budidaya baru mencapai ± 163 orang, hal ini karena tingkat pengelolaan lahan masih minim sehingga secara umum pengerjaan dilakukan pemilik lahan sendiri.

IV.KENDALA

Aspek Teknis

1.Perubahan Iklim akhir-akhir ini yang susah diprediksi, sehingga mempengaruhi pola tanam rumput laut
2.Perubahan lingkungan yang fluktuatif menyebabkan timbulnya hama dan penyakit (Ice-ice) sehingga berpengaruh terhadap kapasitas produksi.
3.Belum adanya teknologi terhadap penagulangan penyakit Ice-ice, hal ini disebabkan kegiatan budidaya rumput laut bersifat open culture sehingga treatment secara kimiawi akan sulit dilakukan
4.Adanya gelombang musiman dan hama ikan predator yang mengancam aktivitas kegiatan usaha budidaya
5.Minimnya sarana penunjang budidaya seperti perahu terutama di pesisir Jepara menyebabkan terhambatnya aktivitas budidaya.
6.Jaminan ketersedaan bibit rumput laut secara jangka panjang masim minim, fakta di Indonesia terjadi degradasi kualitas bibit rumput laut yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas dan pertumbuhan rumput laut. Hal ini bibit yang dipakai merupakan hasil vegetative secara terus menerus tanpa adanya pergantian terhadap varietas baru.

Aspek Non-Teknis

1.Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, Konservasi dan nelayan tangkap.
2.Kelembagaan kelompok yang masih lemah dan bahkan di Karimunjawa banyak yang belum mempunyai wadah kelompok, hal ini berpengaruh terhadap efektifitas pola pendampingan dan control terhadap aktivitas budidaya
3.Pembudidaya pemula cenderung belum siap jika mengalami kegagalan, sehingga mempengaruhi animo dan motivasi mereka.
4.Harga yang cenderung fluktuatif (tidak stabil), disebabkan orientasi eksport masih dalam bentuk Raw-material (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah,serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di Luar Negeri.
5.Keterbatasan permodalan, khususnya pembudidaya di Pesisir Jepara Daratan , sehingga menghambat proses pengembangan kawasan. Hal ini karena pembudidaya belum mampu untuk melakukan saving dana hasil penjualan untuk kegiatan perluasan lahan dan kapasitas produksi.
6.Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, sehingga mempengaruhi efektifitas alih terap teknologi. Besarnya Jumlah pelaku utama budidaya tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
7.Sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak investor, hal ini karena kegiatan usaha budidaya masih diangap kegiatan yang High-risk.
8.Belum terwujudya pola pengembangan kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir (system kluster), hal ini terjadi karena kurang optimalnya peran seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha rumput laut.

V.RENCANA TINDAK LANJUT

1.Melakukan kajian terhadap dinamika pelaku usaha budidaya rumput laut dan mekanisme pola kemitraan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat
2.Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
3.Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
4.Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
5.Melakukan alih terap dan transfer informasi teknologi budidaya yang terbarukan
6.Memfasilitasi kelompok pembudidaya untuk mendapatkan akses/dukungan untuk menunjang dan meningkatkan pengelolaan budidaya dan kapasitas produksi melalui pendekatan terhadap pemerintah pusat , lembaga perbankkan dan mitra usaha.
7.Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
8.Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka
9.Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi dengan baik (sistem kluster). Salah satu upaya adalah membentuk kelompok pengolah rumput laut melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir, sehingga secara langsung dapat meningkatkan posisi tawar hasil produksi
10.Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluh terhadap semua rangkaian kegiatan budidaya rumput laut seluruh kelompok pembudidaya, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan serta mencari alternative solusi atas kendala yang dihadapi.
11.Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang secara langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara.
12.Meningkatkan peran seluruh stake holder untuk ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.

Minggu, 06 September 2009

BANTUAN SELISIH HARGA BIBIT RUMPUT LAUT


JEPARA- Keberlanjutan Kegiatan usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Jepara daratan perlu mendapat perhatian yang serius terutama dari Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara. Potensi yang cukup besar serta pemanfaatan lahan yang belum bisa mengcover keseluruhan luas potensial yang ada hendaknya bukan hanya dijadikan sebagai harapan semata namun harus ditempuh melalui langkah-langkah kebijakan strategis yang langsung mengarah pada upaya peningkatan kapasitas produksi serta peran pemberdayaan Masyarakat pesisir.

Ketersediaan bibit yang kontinyu merupakan faktor utama penunjang keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Mengingat secara keseluruhan pembudidaya yang ada di pesisir Jepara daratan merupakan pembudidaya pemula, sehingga upaya men-stimulus kegiatan usaha merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh pihak pemerintah. Adanya Program Bantuan Selisih Harga Benih (BSHBI) rumput laut dari Ditjen Perikanan Budidaya yang akan dialokasikan pada TA. 2009 dirasakan akan sangat mendukung kegiatan budidaya bagi pembudidaya rumput laut pemula , walaupun jumlah alokasinya masih sangat kecil untuk Kabupaten Jepara. Tahun 2009 ini alokosai BSHBI untuk rumput laut di Kabupaten Jepara hanya 5.000 kg yangdiperuntukan untuk 2 kelompok, masing-masing Pokdakan “Bina Karya” sebesar 4.000 kg dan Pokdakan “Baruna” sebesar 1.000 kg. Subsidi yang dialokasikan sebesar Rp.1.000,-/kg padahal Harga Pokok Pembelian Bibit saat ini mencapai Rp.2.500,-/kg.

Alokasi BSHBI untuk TA.2009 ini masih dirasakan sangat kurang, padahal pada awalnya DKP kabupaten Jepara mengusulkan sebesar 25.000 kg guna mengcover kebutuhan dari 5 kelompok dengan total pembudidaya 50 orang. Kedepan tentunya kami berharap alokasi BSHBI ini ditambah plafondnya terutama untuk budidaya rumput laut. Hal ini perlu mendapat perhatian karena KabupatenJepara mempuyai potensi wilayah pesisir yang potensial untuk budidaya rumput laut.

Upaya untuk melakukan pengembangan kawasan dengan target awal meningkatkan tingkat pengelolaan lahan per-pembudidaya sebesar 1.000 m2, harus melalui dukungan dari seluruh stake holder dalam hal ini pihak pemerintah sebagai pemangku kebijakan maupun pihak swasta. Jika dikelola dengan baik melalui pemberdayaan masyarakat dan peran pendampingan yang berkelanjutan , maka potensi yang ada bukan hanya sekedar harapan namun menjadi kenyataan.

Senin, 31 Agustus 2009

MANFAAT RUMPUT LAUT UNTUK KESEHATAN

MANFAAT RUMPUT LAUT, CEGAH KANKER DAN ANTIOKSIDAN
RUMPUT LAUT BAHAN PANGAN LEZAT MULTI KHASIAT

Trend gaya hidup sehat dengan pola makan tinggi serat semakin membudaya di masyarakat kita. Karenanya rumput laut sebagai “ratu serat” juga semakin menanjak popularitasnya. Tak Cuma itu, khasiatnya yang beragam semakin menambah daya tarik tanaman dari dasar samudera ini.

SEKILAS TENTANG RUMPUT LAUT
Sebagai bahan pangan, rumput laut telah dimanfaatkan bangsa Jepang dan Cina semenjak ribuan tahun yang lalu. Sebenarnya apa rumput laut itu?. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga, masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan seaweed. Tanaman ini adalah gangang multiseluler golongan divisi thallophyta. Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar, batang dan daun. Jika kita amati jenis rumput laut sangat beragam, mulai dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan bercabang-cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudera yang dapat tertembus cahaya matahari. Seperti layaknya tanaman darat pada umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Warna inilah yang menggolongkan jenis rumput laut. Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis ganggang biru (cyanophyceae), ganggang hijau (chlorophyceae), ganggang merah (rodophyceae) atau ganggang coklat (phaeophyceae).

HASIL OLAH RUMPUT LAUT Beragam hasil olah rumput laut dapat dijumpai di pasaran, mulai dari yang kering, bubuk maupun yang segar. Berikut beberapa diantaranya:

Nori: Nori dibuat dari rumput laut yang dihaluskan. bubur rumput laut ini kemudian dihamparkan dengan ketebalan yang sangat tipis. Proses selanjutnya dikeringkan sehingga bentuknya lembaran menyerupai kertas. Nori banyak digunakan pada masakan Jepang, mulai dari pembungkus sushi, udang gulung atau rollade goreng. Pilih nori yang lentur, kering dan warnanya hitam mengkilat.

Kombu dan Wakame Sejenis ganggang laut yang dikeringkan. Kombu adalah bahan dasar membuat kaldu pada masakan Jepang. Setelah direbus kuahnya untuk kaldu dan kombunya digunakan untuk isi soup, salad atau tumisan. Sedangkan wakame, bentuknya hampir menyerupai kombu, biasanya digunakan untuk campuran salad, isi soup atau campuran mie. jangan merebus wakame lebih dari satu menit untuk mendapatkan citarasa yang maksimal.

Manisan Rumput Laut Diperoleh dari rumput laut segar, kemudian dicuci, direbus dan diolah dengan larutan gula sebagai pengawetnya. Citarasanya menyegarkan dan teksturnya kenyal juga renyah, sangat cocok untuk campuran es, pudding dan aneka dessert.

Agar-agar Proses membuat agar-agar sangat panjang. Tahap pertama pemilihan jenis rumput laut yang akan digunakan, yaitu jenis gracilaria sp atau gelidium sp. Slanjutnya proses pemecahan dinding sel, pemasakan(ekstrasi) sampai pada pengeringan. Dipasaran banyak dijumpai agar-agar dalam aneka bentuk, baik yang batangan maupun serbuk.


GIZI TERKANDUNG DAN MANFAATNYA
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa rumput laut adalah bahan pangan berkhasiat, berikut beberapa diantaranya:

Antikanker Penelitian Harvard School of Public Health di Amerika mengungkap, wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan wanita Amerika. Hal ini disebabkan pola makan wanita Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menu mereka.

Antioksidan Klorofil pada gangang laut hijau dapat berfungsi sebagai antioksidan. Zat ini membantu membersihkan tubuh dari reaksi radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh.

Mencegah Kardiovaskular Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh.

Makanan Diet Kandungan serat(dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat ini bersifat mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.

PERSIAPAN MENJELANG MUSIM BARAT


JEPARA- Kegiatan budidaya rumput laut khususnya yang berada di kawasan pesisir Jepara (di luar Karimunjawa) masih berjalan cukup baik terutama pada kawasan Teluk Awur dan Bandengan. Namun demikian menurut pengalaman nelayan dan pembudidaya, puncak musim tanam untuk tahun ini tinggal tersisa maksimal dua siklus tanam yaitu antara bulan September sampai dengan November, hal ini sesuai prediksi mulai bulan Desember biasanya terjadi gelombang besar akibat musim barat.

“Seperti pengalaman sebelumnya bahwa gelombang musim barat sangat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya, hal ini dampak yang diakibatkan bisa sangat fatal terhadap kontruksi budidaya”, ujar Bathi salah seorang pembudidaya. Selain itu menurut data BMG bahwa pada tahun ini kemungkinan akan terjadi dampak el-nino, yang mengakibatkan suhu perairan akan naik secara signifikan, hal ini menurut TPT Perikanan Budidaya akan sangat berdampak terhadap tingkat pertumbuhan rumput laut. “ Dengan adanya peningkatan suhu yang signifikan, di atas 31oC, mengakibatkan pertumbuhan lambat dan terjadi pigmentasi (rumput laut pucat) akibatnya memicu timbulnya penyakit Ice-ice”, tegasnya.

Keterbatasan dana untuk rekontruksi budidaya dan melanjutkan kegiatan budidaya, diprediksi akan mempengaryhi aktivitas budidaya pasca gelombang musim barat. Seperti yang dituturkan Masyudi, Ketua Kelompok Sido Makmur bahwa anggotanya secara umum belum mampu untuk melanjutkan kegiatan budidaya, jika gelombang musim barat benar-benar melanda area budidaya. “ Kami masih membutuhkan dukungan dana dari pihak swasta maupun pemerintah, hal ini karena saat ini kepemilikan lahan tiap anggota masih terbatas, sehingga kami belum bisa menabung karena semua hasil penjualan panen seluruhnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga”, tandasnya.

Menanggapi kemungkinan permasalahan di atas, beberapa upaya sedang dilakukan bersama-sama Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Menghadapi kemungkinan gelombang musim barat melalui UPP Perikanan Budidaya Kabupaten Jepara akan dilakukan evaluasi dan pembahasan secara menyeluruh, bila perlu mengadakan studi banding/sharing pengalaman dengan pembudidaya di Karimunjawa terkait teknik mengantisipasi gelombang musim barat. Seperti dikatakan Abdul Azis, Ketua Kelompok Bintang Laut Karimunjawa bahwa untuk meminimalisir kerugian akibat gelombang, memang ada teknik khusus yang perlu diterapkan sehingga paling tidak dapat menyelamatkan bibit.

Menurut TPT Perikanan Budidaya efektifitas masa tanam rumput laut maksimal antara bulan April sampai dengan November, sehingga pada masa-masa kritis kegiatan budidaya hanya sebatas melakukan Re-stocking atau penyelamatan bibit. Ditambahkan beliau, dalam rangka untuk menutupi kerugian akibat gelombang musim barat, kami telah melakukan beberapa langkah diantaranya mengajukan proposal pada pemerintah pusat maupun daerah. “Sampai saat ini kami sedang melakukan pembicaraan dengan beberapa pengusaha, sejauh ini ada dua pengusaha yang menyatakan minat untuk bekerjasama, kami masih dalam rangka memberikan keyakinan terhadap mereka melalui pemberian gambaran analisa usaha dan pola kemitraan yang akan dibangun”, tandasnya.

“Mudah-mudahan kegiatan kami bisa terus berlanjut melalui dukungan dari pihak tertentu dalam hal ini pihak pemerintah, kegiatan usaha budidaya ini satu-satunya alternatif diluar aktifitas menangkap ikan yang akhir-akhir ini terus mengalamin penurunan”, ujar Yoyok salah satu pembudidaya.”

JENIS RUMPUT LAUT POTENSIAL PENGHASIL KARAGINOFIT



Karaginofit

Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae). Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottoni dan lamba karaginan. Ketiganya dibedakan dengan sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan getas serta keras. Sedangkan lamba karaginan tidak dapat membentuk jeli, tapi berbentuk cair yang viscous.

Jenis yang potensial diantaranya E. cottoni dan E. spinosum. Kedua jenis ini secara luas diperdagangkan, baik keperluan bahan baku industry dalam negeri maupun ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Sebaliknya E.cottoni dan E. spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E.cottoni yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang sangat besar.

Rumput laut E. cottoni di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati atau batu gamping di daerah interdal dan subtidal. Tumbuh tersebar hamper di seluruh perairan Indonesia.

Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut E. cottoni terletak di perairan pantai Nanggro Aceh Darussalam (sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan ; Bangka Belitung; Banten (ujung Kulon); Kepulauan Seribu; Jawa Tengah (Karimunjawa, Jepara); Jawa Timur (Situ bondo, Madura dan Banyuwangi); Bali (Nusa Penida, Nusa Lembongan); NTB (Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa, Bima, Dompu); NTT (Larantuka, Kupang, Maumerre, P. Rote); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara; Kalimantan Selatan (P. Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua.

Jumat, 28 Agustus 2009

ALTERNATIF POLA KEMITRAAN DALAM USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT


Sebagaimana diketahui bahwa sebagai salah satu komoditas sektor riil yang sedang tumbuh dan berkembang, ternyata komoditas perikanan memiliki keunggulan yaitu: a) Usaha di bidang perikanan termasuk usaha yang perputarannya cepat (quick yielding), yaitu sekitar 5 bulan dapat melakukan panen b) Ikan oleh negara-negara maju dikatagorikan sebagai bahan organik, sehingga memungkin produk ini dapat diekspor ke luar negeri tanpa quota/batasan volume (nonqouta product) c) Sebagai makanan masa depan (future food) yang menyehatkan tubuh, maka permintaan akan produk ini akan terus meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan kesadarannya d) Indonesia (termasuk Jambi) memiliki potensi perikanan yang cukup tinggi (high potency).
 
Pendekatan Efisiensi Usaha
Dalam era globalisasi, dunia usaha akan dihadapkan pada suatu tatanan hidup yang penuh dengan persaingan, baik persaingan dengan Provinsi tetangga untuk pasar lokal maupun dengan negara luar untuk pasar internasional. Faktor kunci agar suatu kegiatan usaha dapat bertahan di era penuh persaingan ini yaitu dimilikinya daya saing yang tinggi, yang hanya bisa dicapai dengan adanya kegiatan usaha yang efektif dan efisien.

Guna menjawab tantangan diatas, agar suatu usaha dapat berjalan dengan efektif dan efisien yaitu dengan membangun kemitraan usaha, dengan kemitraan diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta transfer teknologi.

Karakteristik dan Permasalahan  Usaha Kecil
Pada umumnya di negara-negara berkembang, baik di Asia maupun di Afrika, usaha kecil merupakan tulang punggung perekonomian negara. Hal ini disebabkan karena jumlah pelakunya yang sangat banyak serta jumlah kumulatif modalnya cukup tinggi. Sehingga usaha kecil memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro. Pada tingkat makro usaha kecil berperan dalam penyerapan tenaga kerja non formal, penyedia bahan baku bagi usaha besar, dan dalam perolehan devisa. Sedangkan pada tingkat mikro, usaha kecil berperan sebagai sumber penghasilan keluarga, wadah bagi para calon wira-usahawan.

Adapun permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil diantaranya aspek lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak kepada: 1) Pengelolaan usaha yang belum profesional, terutama dalam hal pembukuan, pemasaran dan pembiayaan lainnya. 2) Sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari perbankan, mengingat usaha ini tidak memiliki agunan yang cukup. 3) Perkembangan usaha sangat tergantung kepada pribadi si pengusaha, 4) Lemahnya inovasi teknologi, financial, manajemen, pemasaran hasil dan akses terhadap pelayanan pendukung.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit usaha kecil yang mengalami kegagalan, namun sebaliknya banyak juga usaha kecil yang mencapai keberhasilan. Biasanya usaha kecil yang mencapai keberhasilan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Kemandirian yang tinggi, dari aspek permodalan, pemasaran mapun dukungan serta fasilitas dari pemerintah. 2) Memiliki komitmen yang tinggi serta selalu bekerja keras. 3) Bersikap proaktif dan inovatif.

Dalam pengembangan usaha kecil disktor perikanan di Indonesia, terdapat beberapa pola atau bentuk kemitraan antara usaha kecil atau petani dengan pengusaha besar, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1.Pola kemitraan inti-plasma. Pada pola ini umumnya merupakan hubungan antara petani, kelompok tani sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola ini yang dianggap layak untuk diterapkan pada kegiatan budidaya rumput laut dan pengembangan Tambak Inti Rakyat.
2.Pola Kemitraan subkontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari hasil produksinya. Pada pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang menyangkut volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini sangat bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, ketrampilan, dan produktifitas.
3.Pola Kemitraan dagang umum. Pola ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Penerapan pola banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama.
4.Pola kemitraan kerjasama operasional. Pola kemitraan ini merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Umumnya kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Terkadang perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu,tembakau,   sayuran   dan   pertambakan.   Dalam   pola   ini   telah   diatur  tentang   kesepakan pembagian hasil dan resiko.

Sumber : www.dkp.go.id

MENJAGA KEINDAHAN PANTAI DENGAN RUMPUT LAUT


Pasir putih bersih terhampar di pantai Teluk Awur, Tahunan Jepara. Kondisi ini berbeda dari beberapa tahun silam. Dengan semangat gotong royong tinggi, warga dan nelayan setempat rutin merawat dan menjaga agar kawasan yang sudah menjadi jujugan wisatawan itu tetap enak dan nyaman untuk bersantai.

“Pantai dan laut menjadi gantungan hidup kami. Jika bukan kami, siapa yang merawatnya,” ujar Suratna. Petinggi (Kepala Desa Teluk Awur) saat menghadiri panen rumput laut, jum'at lalu.

Aktivitas pengawasan lingkungan dari gangguan pencuri karang laut dan pasir pantai, sudah dilakukan warga dengan dukungan desa. Enam bulan lalu dibentuk Kelompok Pengawas masyarakat (Pokwasmas) yang bertugas mengamankan kawasan pantai hingga perairan.

Dan empat bulan lalu, menyusul terbentuknya Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) yang bertugas mengamankan kawasan daratan.” Kedua wadah saling endukung mengamankan desa kami”, ujar Suratna.

Kekompakan warga semakin kuat dengan adanya kegiatan penanaman rumput laut di Perairan Teluk Awur. Masyudi, Ketua Kelompok pembudidaya rumput laut “sido makmur” menuturkan, penanaman pertama dilakukan bulan April lalu. “Awalanya diikuti 34 orang, sekarang sudah 34 orang”.

Hingga panen ke-tiga, hasilnya masih kecil karena lahan garapan tiap anggota masih sedikit. Dari total potensi hamparan perairan 150 hektar, yang ditanami baru 2,5 hektar. “Tiap hektar bisa ditanami 100 line. Jadi pemanfaatannya masih sangat minim,” ujarnya.

Hasil panen rumput laut basah rata-rata per-anggota baru sekitar 400 kg atau 45 Kg kering. Harga jual basah Rp.900,- dan kering mencapai Rp.10.000,-/kg.

Potensi Besar
Kepala Seksi Bina Usaha dan Budidaya Bidang Perikanan Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara Ir. Adi Sasongko mengemukakan, potensi rumput laut sangat besar.” Kami menargetkan, tanaman nelayan bisa meningkat lima kali dari sekarang sehingga bisa mendapat hasil Rp. 2 juta per panen 40 hari untuk masing-masing anggota.”

Program bantuan sosial penanaman rumput laut mendapat fasilitas dari Departemen Kelautan dan Perikanan, namun sifatnya hanya sebatas bantuan stimulan. Tiap anggota mendapat bantuan Rp.2 juta yang digunakan untuk membeli bibit, tali dan sampan.

Koordinator Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) “Jepara Makmur Sejahtera” Sokhib mengungkapkan, di Jepara ada sembilan kelompok nelayan dengan total area hampir 8 hektar yang mendapat bantuan sosial. Lainnya, ada dua kelompok mandiri. UPP membantu anggota pembudidaya yang memasarkan hasil panen baik basah maupun kering dalam jumlah kecil.” Yang kami bantu nelayan di pesisir Jepara Daratan. Untuk di Kepulauan Karimunjawa sudah banyak yang mandiri,” Tandasnya.

Camat Tahunan Lulus Suprayetno, SH bangga dengan upaya warga Teluk Awur dalam meningkatkan penghasilan. Sebab, Jika hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, kurang. Apalagi , sekarang ini biaya operasional tinggi, tapi hasilnya rendah.

“Dengan menanam rumput laut diharapkan tidak ada kapal pencuri karang dan pasir yang berani mendekat. Apalagi dengan penjagaan siang dan malam oleh nelayan”, paparnya.

Dia menyarankan, warga Teluk Awur yang sebagian besar bekerja sebagai buruh, mebel, petani, dan nelayan kecil mengikuti jejak Petinggi Suratna yang terjun langsung menanam rumput laut. (Sukardi-69)


Sumber : Harian Umum Suara Merdeka Edisi 18 Agustus 2009

Kamis, 27 Agustus 2009

PELUANG INVESTASI

BERMINAT MELAKUKAN INVESTASI ATAU KERJASAMA MELALUI POLA KEMITRAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT TERUTAMA DI PESISIR JEPARA (PERAIRAN TELUK AWUR DAN BANDENGAN..?
GAMBARAN UMUM :
1). TOTAL POTENSI LAHAN 200 HA
2). LAHAN TERMANFAATKAN BARU 3 HA
3). JUMLAH SDM PEMBUDIDAYA SEKITAR 60 ORANG

SILAHKAN HUBUNGI :
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JEPARA Cq: COCON.S, S.Pi & Ir. ADI SASONGKO
JL. RMP.SOSROKARTONO NO.2 JEPARA.
HP : 081326007379
E-MAIL : chocon_sdk@yahoo.co.id

ATAU HUBUNGI SEKRETARIAT KELOMPOK PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT "SIDOMAKMUR"
ALAMAT : DESA TELUK AWUR KECAMATAN TAHUNAN-JEPARA
CONTACT PERSON :
1). MASYUDI : 085290623018

Selasa, 25 Agustus 2009

PENGENALAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT


PENGENALAN KEGIATAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DI PESISIR JEPARA


Pengembangan rumput laut yang dilakukan di Pesisir Jepara dengan melakukan uji coba terhadap 2 strain bibit yaitu : Kappaphycus alvarezy (doty) strain maumerre dan Philipina (orang local menyebutnya cottoni Jumbo) dan Eucheuma cottoni strain tembalang. Uji coba ini dilakukan dalam rangka menentukan jenis bibit yang mampu berkembang dengan baik di perairan Jepara. Hasil pengamatan selama periode 1 siklus tanam menunjukan bibit strain maumerre/philipina mempunyai pertumbuhan yang baik yaitu di perairan Teluk Awur dan Bandengan, terutama pada kedalaman perairan minimal 3,5 meter dengan metoda budidaya system Rawai (long-line). Adapun tingkat pertambahan berat mencapai 5-10 kali lipat dari berat awal bibit yang ditanam, dimana penanaman awal bibit seberat 200 grm/ikat.
Selama periode siklus produksi, pembudidaya masih mengupayakan untuk melakukan pengembangan bibit secara bertahap melalui mekanisme jual beli bibit antar pembudidaya. Bahkan Bulan April lalu Kelompok Pembudidaya “Sido Makmur” desa Teluk awur telah mampu memenuhi permintaan bibit jenis K. alvarezy pada pihak pengusaha dari kabupaten Bintan Prop. Kepulauan Riau. Rata-rata mereka menjual bibit antar anggota Rp.2.500,- per kg sedangkan ke luar daerah mereka mematok harga sampai dengan Rp. 3.500,-.
Pada saat karimunjawa mengalami kerusakan hamper 80% akibat penyakit ice-ice dan lumut, malah kondisi rumput laut di perairan Teluk Awur tidak sampai mengalami hal serupa. Tentunya merupakan suatu tantangan potensi yang cukup besar untuk dilakukan pemanfaatan. Menurut hasil kajian dan identifikasi total potensi perairan pesisir Jepara mencapai lebih kurang 405 Ha (mulai dari Bondo sampai dengan Teluk awur), namun demikian potensi yang paling baik berada pada kawasan perairan Teluk Awur yan mencapai kurang lebih 150 Ha.
Melihat besarnya potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara yang meliputi Kepulauan Karimunjawa dan pesisir Jepara, tentunya diperlukan upaya yang serius melalui arah kebijakan yang srategis dari pemerintah daerah, mengingat selain rumput laut merupakan komoditas ekonomis yang penting baik local maupun ekspor disamping itu kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan satu-atunya kegiatan usaha yang mampu menyentuh semua lapisan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan sumberdaya yang ada.

Senin, 24 Agustus 2009

RUMPUT LAUT HARAPAN BARU MASYARAKAT PESISIR TELUK AWUR


BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni HARAPAN BARU MASYARAKAT PESISIR TELUK AWUR KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA



Desa Teluk Awur merupakan salah satu kawasan yang mempunyai garis pantai terpanjang di pesisir Jepara yaitu sepanjang ± 2 km mulai dari perbatasan Desa Tegal Sambi sampai dengan Desa Semat. Hasil Kajian yang dilakukan Tenaga Pendamping Teknologi (TPT) Perikanan Budidaya Kabupaten Jepara selama periode bulan April sampai dengan Juni 2009 yang dilakukan pada beberapa titik lokasi mulai dari Perairan Empuranca sampai dengan Teluk Awur, menempatkan kawasan perairan teluk Awur sebagai kawasan yang paling layak untuk
dilakukan pengembangan budidaya rumput laut, disusul oleh perairan Bandengan Kecamatan Jepara Menurut Cocon, S.Pi (TPT Perikanan Budidaya) bahwa total lahan potensial ke-dua kawasan tersebut mencapai > 200 Ha dimana titik lokasi minimal 300 meter dari garis pantai. Identifikasi kelayakan perairan tersbut juga pernah dilakukan oleh Jurusan Kelautan Universitas Diponegoro Semarang dimana hasilnya Teluk Awur dan Bandengan potensial untuk dilakukan pengembangan budidaya rumput laut.

Jum’at, 14 Agustus 2009 telah dilakukan kegiatan panen bersama rumput laut oleh Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur” desa Teluk Awur Kecamatan Tahunan. Kegiatan panen ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara yang diwakili oleh Ir. Adi Sasongko, M.Si sebagai Kasie Bina Usaha Budidaya Perikanan laut, BBPBAP Jepara, Camat Kecamatan tahunan, aparat pemerintahan setempat serta Harian Suara Merdeka Semarang. Panen yang dilakukan pada luas lahan sekitar 2,12 Ha ini dengan jumlah Kapasitas Produksi sekitar 20 ton. Menurut Ir. Adi Sasongko tingkat pemanfaatan lahan budidaya masih minim yaitu baru sekitar 1,4% dari total potensi lahan di perairan teluk Awur seluas ± 150 Ha, ini tentunya akan menjadi harapan dan tantangan kedepan untuk dilakukan kegiatan budidaya secara masal. “Untuk tahap awal kami menargekan tingkat kepemilikan lahan per-pembudidaya minimal 1.000 m2 dari sekarang yang baru sekitar 200 m2/pembudidaya, hal ini dimaksudkan agar tingkat pendapatan dari hasil budidaya mengalami peningkatan dari Rp.400.000,- menjadi minimal Rp.1.500.000 per-pembudidaya selama 1 siklus tanam, dimana secara umum kami menargetkan pemanfaatan awal di perairan teluk awur sebesar min. 8 Ha lahan budidaya dengan kapasitas produksi minimal 160 ton berat basah” tambah beliau saat member keterangan pada Suara Merdeka.

Camat Kecamatan Tahunan dalam sambutannya meminta kepada pihak Dinas kelautan dan Perikanan untuk terus melakukan pendampingan dan pembinaan secara intensif sehingga kegiatan budidaya ini akan berkelanjutan serta diharapkan pengelolaannya dilakukan secara terintegrasi dimana kedepan perlu upaya untuk menciptakan produk olahan rumput laut sebagai nilai tambah penghasilan ibu-ibu pesisir Teluk Awur.

Menurut pengakuan Masyudi Ketua Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur”, Kegiatan usaha budidaya rumput laut ini sangat potensial dan sangat membantu masyarakat teluk awur dalam upaya mendapatkan penghasilan tambahan diluar profesi anggota yang kebayakan sebagai nelayan tangkap dimana hasil dari budidaya rumput laut ini tehitung cepat hanya dalam waktu 45 hari sudah bisa dipanen. “Akhir-akhir ini hasil tangkapan nelayan setiap saat mengalami penurunan, sehingga perlu adanya kegiatan lain yang mampu menopang kebutuhan sehari-hari keluarga, kami sangat berterima kasih kepada pihak pemerintah yang telah memberikan pengenalan dan bimbingan budidaya rumput laut serta memberikan bantuan stimulant lewat Bantuan social untuk budidaya rumput laut pada 34 pembudidaya anggota kami”, imbuhnya. Ditambahkam masyudi saat ini Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur” beranggotakan sekitar 90 orang, namun demikan tahap awal ini baru 47 orang yang aktif melakukan kegiatan budidaya dengan rata-rata kepemilikan lahan baru sebanyak 3 tali ris masing-masing panjang 150 meter padahal paling tidak target kami semua anggota yang berjumlah 90 arang mampu melakukan kegiatan budidaya dengan minimal mempunyai 10 tali ris per-anggota. “Keterbatasan modal merupakan kendala yang kami hadapi untuk melakukan pengembangan lahan budidaya padahal kami sangat ingin perairan Teluk awur ini penuh dengan rumput laut, upaya yang telah kami lakukan adalah dengan mencoba mengajukan proposal pengembangdan ke Dirjen Perikanan Budidaya DKP serta pemerintah daerah, disamping kami dibantu oleh TPT Perikanan Budidaya mencoba untuk melakukan pendekatan ke pihak perusahaan yang ingin ber-mitra, maklum hampir keseluruhan anggota kami adalah pemula, sehingga kami butuh dukungan dari pihak pemerintah maupun swasta”, tambah Masyudi.

“Pertumbuhan rumput laut di Perairan Teluk Awur sampai saat ini dalam kondisi baik dimana rata-rata pertambahan berat bisa mencapai 5-10 kali lipat dari berat awal tanam. Bahkan disaat rumput laut di sebagian besar Karimunjawa terserang penyakit Ice-ice dan hama lumut, Alhamdulillah pada perairan teluk awur kondisinya malah baik. Bulan lalu kami telah mampu menjual bibit sebanyak 250 kg untuk permintaan salah satu pengusaha dari Pulau Bintan Kepulauan Riau , mudah-mudahan saja kegiatan budidaya akan terus bertahan, cuman kami masih membutuhkan dukungan dana dari pihak pemerintah untuk menambah lahan budidaya“, kata Bathi salah satu pembudidaya rumput laut sambil menghisap sebatang rokok.

Teknologi budidaya yang tersedia dengan tingkat penyerapan yang sederhana merupakan salah satu keunggulan yang harus diterapkan terhadap masyarakat pesisir Kabupaten Jepara. Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan usaha yang layak dan mampu dilakukan oleh semua masyarakat pesisir, adanya cash flow yang cepat sekitar 40-45 hari pembudidaya sudah bisa melakukan pemanenan dan biaya operasinal selama budidaya nyaris tidak ada, hal inilah yang menjadi factor utama berkembangnya animo masyarakat psisir Teluk awur untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Sebagai langkah awal untuk membantu penyerapan produksi dari pembudidaya melalui peran dari Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) “Jepara Makmur

Sejahtera” Kab. Jepara maka hasil panen pembudidaya dapat langsung dijual tanpa ada batasan quota. Saat ini harga rumput laut ditingkat pembudidaya berkisar antara Rp.8.000,- s/d Rp. 9.000,- / berat kering. Sedangkan dari UPP sendiri hasil produksinya langsung diserap oleh PT. Indo Carrageen salah satu perusahaan dari Surabaya.

Melalui kegiatan panen rumput laut ini tentunya mampu menepis anggapan sebagian orang bahwa perairan pesisir Jepara kurang layak untuk budidaya rumput laut. Sangat besarnya potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara termasuk yang berkembang pesat di Kepulauan Karimunjawa diharapkan akan mampu menopang peningkatan produksi rumput laut nasional, oleh karena itu kegiatan budidaya yang dilakukan di pesisir Jepara dalam hal ini di Teluk Awur harus dijadikan perhatian dan sasaran pengembangan kawasan budidaya rumput laut melalui dukungan serius dari pemerintah pusat maupun daerah.




Sumber : www.sda_jprseaweeds.blogspot.com