Sabtu, 20 Maret 2010

SAATNYA PEMDA SERIUS DENGAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

POTENSI BUDIDAYA LAUT JEPARA SEBAGAI RAKSASA TIDUR,….

Oleh : Cocon, S.Pi


Sektor perikanan budidaya nampaknya akan menjadi barometer pergerakan ekonomi nasional jika dikelola secara optimal. Seiring dengan target pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan Kementrian Kelautan dan Perikanan sampai dengan tahun 2014 sebesar 353 %, merupakan nilai yang dianggap oleh banyak kalangan terlalu ambisius. Namun melihat potensi yang ada Indonesia bukan tidak mungkin akan mampu mencapai target tersebut bahkan menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Salah satu komoditas budidaya laut yang paling memungkinkan untuk digarap secara maksimal adalah rumput laut Eucheuma cottoni, tahun ini Indonesia mampu menggeser posisi philipina sebagai produsen terbesar rumput laut dunia.

Klaster minapolitan sebagai kunci sukses

Target pencapaian produksi rumput laut yang menjadi target Kementrian KP sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 akan mungkin bisa dicapai, melalui kerjasama dan komitmen semua stakeholder mulai dari pemerintah pusat/daerah sampai pelaku utama secara berkesinambungan. Sejalan dengan itu kebijakan strategis yang dijadikan senjata ampuh Kementrian KP adalah melalui pencanangan program minapolitan melalui pendekatan klaster. Pendekatan ini dinilai ampuh dalam mewujudkan pencapaian target di atas. Dalam pengembangan sumberdaya perikanan klaster minapolitan merupakan bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan pada suatu lokasi tertentu, dengan memberdayakan subsistem-subsistem agrobisnis perikanan dari hulu sampai hilir serta jasa penunjang yang saling mendukung. Konsep inilah yang akan menjamin efesiensi dan efektifitas kegiatan usaha serta akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan.

Kaitannya dalam bisnis rumput laut Keberadaan tengkulak/pengepul seringkali dinilai kalangan merugikan pelaku utama dan tak sejalan dengan konsep klaster. Namun sesungguhnya tengkulak merupakan asset kluster yang keberadaannya patut untuk didukung. Hal ini karena dalam klaster dikenal zonasi, posisi tengkulak merupakan representasi Zona 2 setelah petani di Zona 1, sehingga posisi tengkulak tidak masalah karena titik ini akan menjadi mata rantai berjalannya bisnis rumput laut. Hanya saja pemerintah perlu mengadvokasi agar kemitraannya berjalan baik. Peran tengkulak seperti di Karimunjawa bukan hanya mensupport permodalan tapi juga berperan dalam menjaga kestabilan harga, kualitas produksi, pergudangan sehingga jalannya siklus terjaga karena sama-sama diuntungkan. Di Karimunjawa setiap pengepul mempuyai binaan sebanyak 20-40 pembudidaya dimana kemitraan berjalan secara alamiah. Sayangnya dari sisi kelembagaan masih belum terbangun secara kuat.

Peran pemerintah daerah masih minim

Konsep klaster minapolitan sebagai kunci sukses belum menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan hanya dalam tataran wacana. Padahal potensi pengembangan rumput laut terutama Karimunjawa sangat besar dan sangat memungkinkan untuk ditingkatkan. Pemerintah daerah perlu segera menyusun regulasi yang strategis, mengingat sumberdaya rumput laut menjadi penting bagi hajat hidup masyarakat dan pendorong pergerakan ekonomi local. Peningkatan produksi rumput laut Karimunjawa belum maksimal dibanding potensi yang ada, yaitu rata-rata baru 60 ton/bulan dengan pemanfaatan potensi kurang dari 25%. Pemerintah daerah harusnya melihat kondisi ini sebagai sebuah peluang yang perlu digarap secara maksimal melalui penerapkan kebijakan strategis mulai dari pembinaan secara langsung sampai dengan dukungan penganggaran guna mempermudah akses produksi dan pasar secara luas. Penataan dari sisi kelembagaan kelompok maupun penunjang serta infrastruktur seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, hal ini penting karena merupakan factor penentu terhadap jalannya siklus bisnis rumput laut maupun perikanan budidaya secara umum. Hasil rumusan bersama pada ajang focus group discussion pengembangan UMKM rumput laut yang melibatkan pihak Dislutkan, Bappeda, Din Kop UMKM dan Balitbang, serta stakeholder lain nampaknya sampai saat ini belum ada tanda – tanda implemantasi, lagi-lagi rumusan masih mandeg hanya dalam tataran konsep.

Potensi SDA laut khususnya rumput laut seharusnya menjadi unggulan daerah dan bisa ditawarkan dengan menggandeng pemerintah provinsi/pusat dan pihak investor. Disamping itu peran Perusahan Daerah (BUMD) sudah saatnya melirik terhadap peluang-peluang bisnis pada sector perikanan budidaya sehingga daya tawar (bargaining position) hasil produk budidaya akan meningkat. Pemerintah Daerah perlu segera melakukan akselerasi pembangunan perikanan budidaya secara nyata demi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pembangunan ekonomi daerah.

Rabu, 17 Maret 2010

KARIMUNJAWA SUPPLY BIBIT RUMPUT LAUT


KARIMUNJAWA SUPPLY BIBIT RUMPUT LAUT
KE PROVINSI BANGKA BELITUNG


Jepara- Melewati musim barat tahun ini secara umum aktivitas budidaya rumput laut Eucheuma cottoni di Kepulauan Karimunjawa sudah mulai kembali bergeliat. Aktivitas sebagian besar pada upaya pengembangan bibit dan saat ini telah memasuki proses produksi budidaya. Kegiatan budidaya rumput laut di Karimunjawa tersebar di beberapa pulau dimana yang mendominasi diantaranya di Pulau Karimunjawa, Pulau Nyamuk, Pulau Parang, dan Kemujan. Sudah tidak diragukan lagi kegiatan usaha ini menjadi barometer penggerak ekonomi masyarakat pesisir kepulauan Karimunjawa.

Makin maraknya kegiatan budidaya rumput laut di sebagian wilayah Indonesia, menuntut adanya ketersediaan bibit secara kontinyu dan berkualitas. Rumput laut di Karimunjawa sebagian besar adalah dari jenis Kappaphycus alvarezi strain maumerre dan philipina, jenis ini dikenal mempunyai keunggulan terutama dalam hal kecepatan pertumbuhan dan daya tahan terhadap fluktuasi lingkungan perairan. Sejalan dengan kondisi tersebut kebutuhan akan bibit rumput laut mengalami peningkatan yang signifikan tidak terkecuali untuk kebutuhan di Jawa Tengah , namun permintaan kebutuhan bibit mulai datang dari luar Provinsi salah satunya Provinsi Bangka Belitung. Provinsi Bangka Belitung melalui peran pemerintah daerah tengah melakukan upaya peningkatan produksi secara maksimal s/d tahun 2014.

Pengangkutan bibit ke Bangka Belitung dilakukan melalui transportasi laut dengan menempuh perjalanan 1-2 hr, namun demikian perlakuan selama perjalan sudah bias diantisipasi melalui sirkulasi air secara terus menerus dalam kapal. Dengan kemampuan supply bibit rumput laut ke Bangka Belitung, sudah tidak diragukan lagi bahwa rumput laut Jepara, khususnya Karimunjawa mampu bersaing secara kualitas.

Adanya permintaan kebutuhan bibit ke Provinsi Bangka Belitung, diakui sebagian besar pembudidaya di Pulau Nyamuk karimunjawa sangat menguntungkan dari sisi peningkatan pendapatan. “Harga bibit saat ini cenderung meningkat yaitu pada level harga Rp.2.000,-/kg di tingkat pembudidaya”, ujar salah seorang pembudidaya. Tidak terkecuali menurut Dwi Wismoyo, salah satu pelaku usaha, harga rumput laut juga telah mengalami kenaikan, ditingkat pembudidaya saat ini harga berkisal Rp.10.000,- s/d 11.000,-/kg. Apalagi diakui Dwi, kualitas rumput laut asal Karimunjawa kualitasnya baik dibanding daerah lain. “Ini hasil survey eksportir di Surabaya”, tuturnya.

Pengembangan rumput laut Karimunjawa hendaknya menjadi prioritas kebijakan strategis jangka pendek pihak pemerintah daerah, namun sayangnya sampai saat ini peran pemerintah daerah belum menampakan peran yang dominan dalam pencapaian target peningkatan produksi rumput laut. Peran lebih didominasi oleh peran para pengepul yang bermitra dengan pembudidaya. “ Harusnya pihak pemerintah, turut memfasilitasi kebutuhan dan menjadi mitra setia para pembudidaya “, tutur Purbo, Ketua kelompok Bina Karya.