Jumat, 11 September 2009

FORUM GROUP DISCUSSION PENGEMBANGAN UMKM RUMPUT LAUT


FORUM GROUP DISCUSSION (FGD)
STUDI PENGEMBANGAN UMKM RUMPUT LAUT DI KABUPATEN JEPARA


JEPARA- Forum Group Discussion (FGD) Studi Pengembangan UMKM Rumput Laut dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 10 September 2009, di Ruang rapat I Bappeda Kabupaten Jepara, dimana sebelumnya telah dilakukan interwiew secara langsung terhadap perwakilan kelompok pembudidaya dan pengolah di pesisir Jepara, pengepul dan petugas teknis DKP Kabupaten Jepara. Forum ini difasilitasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Tengah dan dihadiri dari seluruh stake holder yang terlibat dalam sumberdaya rumput laut, diantaranya : dari balitbang Propinsi Jawa Tengah; akademisi dari Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas 17 Agustus Semarang ; Bappeda Kabupaten Jepara; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara; Disperindag Kabupaten Jepara, Dinas Koperasi Kabupaten Jepara; SMK I Pertanian Jepara; Pelaku Usaha; Lembaga Keuangan Mikro; Pelaku Industri serta Pelaku Utama.

Mendengar pemaparan tentang perkembangan dan permasalahan dari masing-masing stakeholder rumput laut, dapt ditarik kesimpulan secara umum menenai beberapa permasalahan yang menghambat proses pengembangan UMKM rumput laut, diantaranya :
Aspek Teknis :
1.Perubahan iklim yang sulit diprediksi, dan mempengaruhi pola tanam
2.Adanya gelombang musman yang mengancam aktivitas kegiatan usaha
3.Terjadinya degradasi kualitas rumput laut yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas produksi dan pertumbuhan rumput laut, karena belum adanya pengenalan tehadap jenis/varietas baru yang lebih unggul. Bibit yang dipakai secara terusmenerus merupakan jenis yang sama.
4.Grade kualitas hasil olahan yang dilakukan oleh SMK I Perikanan dalam bentuk Karaginan belum memenuhi standar kualitas pasar.

Aspek Non-Teknis :
1.Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, Konservasi dan nelayan tangkap.
2.Kelembagaan kelompok yang masih lemah dan bahkan di Karimunjawa banyak yang belum mempunyai wadah kelompok, hal ini berpengaruh terhadap efektifitas pola pendampingan dan control terhadap aktivitas budidaya
3.Kultur Masyarakat pesisir dan dinamika kelompok yang berpengaruh terhadap kinerja pelaku utama dalam melakukan kegiatan usaha rumput laut
4.Harga yang cenderung fluktuatif (tidak stabil), disebabkan orientasi eksport masih dalam bentuk Raw-material (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah,serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di Luar Negeri.
5.Keterbatasan permodalan, khususnya pembudidaya di Pesisir Jepara Daratan , sehingga menghambat proses pengembangan kawasan. Hal ini karena pembudidaya belum mampu untuk melakukan saving dana hasil penjualan untuk kegiatan perluasan lahan dan kapasitas produksi.
6.Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, sehingga mempengaruhi efektifitas alih terap teknologi. Besarnya Jumlah pelaku utama budidaya tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
7.Sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak investor, hal ini karena kegiatan usaha budidaya masih diangap kegiatan yang High-risk.
8.Belum terwujudya pola pengembangan kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir (system kluster), hal ini terjadi karena kurang optimalnya peran seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha rumput laut.
9.Belum terwujudnya sinergitas diantara seluruh stakeholder, menyebankan mata rantai selau putus pada tahapan proses usaha rumput laut.
10.Lembaga/institusi pendukung usaha rumput laut belum secara maksimal memberikan peran dan kontribusi yang maksimal, fenomena yang ada masih terjadi ego sektoral diantara lembaga/institusi, sehingga program berjalan dengan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi.
11.Keterbatasan pendanaan dalam rangka melakakukan kajian dan penelitian
12.Mind site mengenai pola pengembangan belum terbangun.

Setelah dilakukan serangkaian diskusi dan mengkaji beberapa permasalahan yang dipaparkan seluruh stake holder dapat ditarik kesimpulan sebagai rencana tindak lanjut yang harus segera dilakukan, yaitu :
1.Perlunya advokasi berkaitan dengan pola kemitraan usaha rumput laut, namun demikian MoU yang dilakukan antara pelaku utama dengan pelaku usaha harus bersifat fleksibel dan menguntungkan kedua belah pihak
2.Perlunya kerjasama secara sinergi dan berkelanjutan dari seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha dan sumberdaya rumput laut
3.Perlunya menyusun model jaringan sinergis mulai dari factor produksi sampai dengan pasar
4.Perlunya dukungan permodalan baik dari pemerintah maupun swasta
5.Perlu merubah kultur masyarakat dan membangun mind site melalui sosialisasi baik aspek teknis maupun non teknis tentang sumberdaya rumput laut.
6.Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
7.Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
8.Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
9.Melakukan alih terap dan transfer informasi teknologi budidaya yang terbarukan
10.Memfasilitasi kelompok pembudidaya untuk mendapatkan akses/dukungan untuk menunjang dan meningkatkan pengelolaan budidaya dan kapasitas produksi melalui pendekatan terhadap pemerintah pusat , lembaga perbankkan dan mitra usaha.
11.Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
12.Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka
13.Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi dengan baik (sistem kluster). Salah satu upaya adalah membentuk kelompok pengolah rumput laut melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir, sehingga secara langsung dapat meningkatkan posisi tawar hasil produksi
14.Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluruh seperti adanya forum rembug dan temu lapang terhadap semua rangkaian kegiatan usaha rumput laut dari seluruh kelompok pembudidaya, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan serta mencari alternative solusi atas kendala yang dihadapi.
15.Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang secara langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara.
16.Meningkatkan peran seluruh stake holder untuk ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.
17.Perlu implementasi secara langsung hasil kajian dan penelitian sumberdaya rumput laut terhadap pelaku utama, sehingga tidak hanya berhenti pada tahap kajian saja namun harus dilakukan pengembangan terhadap pelaku utama.


Sumber : www.seaweed81jpr.blogspot.com

JEPARA SEBAGAI CENTRAL PRODUKSI RUMPUT LAUT PROPINSI JAWA TENGAH


PERKEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni
DI KABUPATEN JEPARA


I.SEJARAH PERKEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Di Karimunjawa

Awal pengenalan kegiatan budidaya sejak tahun 2000, sempat mengalami penurunan aktivitas budidaya antara tahun 2003 s/d 2004 disebabkan kendala penyerapan hasil produksi oleh pasar. Bangkit kembali mulai tahun 2005 dan mengantarkan 2 kelompok pembudidaya rumput laut yaitu Bintang Laut dan Alga Jaya menjadi juara tingkat nasional, pada perjalannnya mencapai puncak peningkatan pemanfatan potensi lahan dan kapasitas produksi sampai dengan sekarang.

Di Pesisir Jepara Daratan

Aktivitas produksi budidaya rumput laut secara masal mulai dilakukan sejak bulan Maret 2009 seiring dengan adanya program pengembangan kawasan budidaya rumput laut dari Ditjen Perkanan Budidaya DKP melalui alokasi Bantuan Pengembangan Usaha Kecil Perikanan Budidaya (BS-PUKPB). Sasaran awal terhadap 9 kelompok pembudidaya yangterdiri dari 152 pembudidaya rumput laut pemula.


II.POTENSI LAHAN DAN SDM

Di Karimunjawa

Keberdaaan Karimunjawa yang merupakan kawasan kepulauan secara geografis mempunyai tingkat kelayakan yang tinggi untuk dilakukan pengembangan budidaya rumput laut. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.79/IV/Set-3/2005 bahwa luas wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa seluas 111.625 Hektar, dimana Zona untuk pemanfaatan aktivitas budidaya perikanan termasuk rumput laut mencapai 788, 213 Hektar. Jumlah SDM pelaku usaha budidaya rumput laut mencapai ± 1200 orang dari total penduduk Kepulauan Karimunjawa yang mencapai ± 8.000 0rang.

Di Pesisir Jepara Daratan

Berdasarkan kajian yang dilakukan mulai awal bulan April s/d Juni 2009 diperoleh data bahwa total potensi lahan budidaya rumput laut mencapai ± 320 Hektar. Dengan wilayah yang paling potensial berada pada perairan Teluk Awur (±150 Ha), Bandengan (±50 Ha), dan Bondo (±40 Ha). Jumlah SDM pelaku usaha budidaya rumput laut mencapai ± 228 orang dengan pembudidaya aktif ± 163 orang yang tergabung dalam 11 kelompok pembudidaya.

III.CAPAIAN

A.Pemanfaatan Lahan dan Kapasitas Produksi

Di Karimunjawa

Pemanfaatan lahan baru mencapai ± 120 Ha atau sekitar 15,2 % dari total potensi lahan yang diperuntukan untuk buddaya seluas 788, 213 Ha. Ini artinya lahan yang termanfaatkan belum mampu untuk meng-cover keseluruhan potensi yang ada.
Sedangkan Kapasitas produksi per-bulan dalam keadaan normal baru mencapai rata-rata 60 ton berat kering atau 720 ton per-tahun dengan puncak musim tanam per-tahun selama 9 bulan (April-Desember). Data terakhir sampai dengan Agustus Total produksi kering yang dihasilkan telah mencapai ± 240 ton.

Hasil analisa terhadap kualitas produksi rumput laut asal Karimunjawa oleh pabrik pengolah (Shanghai Brillian) di China, menyimpulkan bahwa kualitas rumput laut dari Karimunjawa dan Maumerre NTT sangat baik dan mendapat kategori istimewa dibanding hasil produksi lain di Indonesia.

Di Pesisir Jepara Daratan

Pemanfaatan lahan baru mencapai 4,4 Ha atau sekitar 1.37 % dari total potensi lahan yang ada seluas ± 320 Ha. Sedangkan kapasitas produksi sampai dengan bulan Agustus baru mencapai ± 3,3 ton berat kering. Namun demikian perkembangan ini membuktkan bahwa pesisir Jepara pada kawasan tertentu layak untuk dilakukan pengembangan kawasan budidaya rumput laut.

B.Gambaran Akses Pasar dan Pola Kemitraan

Di Karimunjawa

Pola kemitraan pasar yang saat ini berjalan di Karimunjawa adalah pola inti plasma (babak angkat), dimana pengepul local sekaligus bertindak sebagai pemodal yang memberikan dukungan sarana produksi budidaya terhadap pembudidaya binaan. Sedangkan hasil produksi dijamin sepenuhnya oleh pengepul local atau pedagang antar pulau untuk kemudian di jual kembali terhadap pihak eksportir atau perusahaan pengolah. Untuk Karimunjawa sendiri saat ini jaminan penyerapan pasar di tingkat eksportir/perusahaan besar telah dilakukan pola kerjasama antara pengepul local dengan PT. Indo Carrageen di Surabaya sebagai pemasok bahan baku utama pada perusahaan Shanghai Brillian (sebuah group perusahaan yang bergerak dalam industry rumput laut).
Pada pembicaraan awal dengan pihak perusahaan, bahwa ke-depan direncanakan akan membangun pabrik pengolah di Indonesia. Untuk memenuhi rencana tersebut, maka pihaknya harus menguasai 20% Raw-material rumput laut di seluruh Indonesia. Diharapkan ke-depan konsentrasi pengembangan di kabupaten Jepara, khususnya di Kepulauan Karimunjawa akan dapat dilakukan guna memncapai target kapasitas produksi tersebut. Dengan menguasai 20% bahan baku rumput laut di Indonesia,maka pengendalian harga tidak tergantung pada pabrik pengolah di China, namun dapat dengan mudah melakukan pengendalian terhadap stabilitas harga di dalam negeri dengan begitu akan mempengaruhi terhadap peningkatan posisi tawar produksi dari pembudidaya.

Di Pesisir Jepara Daratan

Pola kemitraan baru pada tahap penjaminan akses pasar hasil produksi, sedangkan support dukungan sarana produksi dari pihak pemodal belum ada. Kegiatan budidaya masih mengandalkan pemanfaatan bantuan dana stimulant dari pihak pemerintah. Namun demikian beberapa langkah pendekatan dan ekspose kegiatan budidaya sedang dilakukan dalam rangka menarik pihak investor untuk menjalin pola kemitraan dengan kelompok pembudidaya. Dalam rangka menjamin penyerapan produksi ditingkat pembudidaya/Pokdakan secara fleksibel, transparan dan berkelanjutan, maka telah dilakukan upaya melalui pola kemitraan dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai fasilitator sekaligus penjamin akses pasar ditingkat pembudidaya/pokdakan.

C.Nilai Jual dan Perputaran Dana Hasil Produksi Rumput Laut

Di Karimunjawa

Sampai dengan 8 bulan terakhir (s/d Agustus 2009) total produksi telah mencapai ± 240 ton, dengan asumsi harga Rata-rata ditingkat pengepul local mencapai angka Rp. 9.000/kg, maka sampai dengan Agustus nilai jual dan perputaran dana hasil produksi rumput laut di Karimunjawa mencapai ± Rp. 2.160.000.000,- (dua milyar seratus enam puluh juta rupiah). Atau rata-rata per-bulan pada saat puncak musim tanam dapat mencapai angka ≥ Rp. 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Di Pesisir Jepara Daratan

Sampai dengan saat ini hasil produksi awal baru mencapai 3,3 ton dengan nilai jual baru mencapai ± Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Melalui dukungan dari seluruh stakeholder angka ini sangat mungkin untuk ditingkatkan.

D.Gambaran Tingkat Pendapatan Pembudidaya

Di Karimunjawa

Dengan rata-rata pengelolaan lahan per-pembudidaya seluas 1.000 m2 (10 line x 100 m), maka masing-masing pembudidaya mampu mendapatkan penghasilan minimal per-bulan ≥ Rp. 1.800.000,- (minimal satu juta delapan ratus ribu rupiah).

Di Pesisir Jepara Daratan

Rata-rata pengelolaan lahan awal baru mencapai ± 200 m2, dengan pendapatan baru mencapai ≤ Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah).

E.Gambaran Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja

Di Karimunjawa

Kegiatan usaha rumput laut tidak hanya seputar proses pemeliharaan saja, namun yang terlibat yaitu pada pelaku pengikatan bibit, pengikatan tali, penjemuran, packaging dan tenaga panen. Jika dirata-rata setiap proses kegiatan di luar pemeliharaan melibatkan tenaga kerja lepas sebanyak 1 orang, maka setiap 1.000 m2 lahan mampu melibatkan sebayak 2-3 orang. Itu artinya tenaga kerja yang terserap pada kegiatan budidaya rumput laut mencapai ± 3.000 orang. Tenaga ini termasuk memberdayakan para ibu-ibu pesisir dan anak-anak.

Di Pesisir Jepara Daratan

Tenaga Kerja yang terserap pada rangkaian proses budidaya baru mencapai ± 163 orang, hal ini karena tingkat pengelolaan lahan masih minim sehingga secara umum pengerjaan dilakukan pemilik lahan sendiri.

IV.KENDALA

Aspek Teknis

1.Perubahan Iklim akhir-akhir ini yang susah diprediksi, sehingga mempengaruhi pola tanam rumput laut
2.Perubahan lingkungan yang fluktuatif menyebabkan timbulnya hama dan penyakit (Ice-ice) sehingga berpengaruh terhadap kapasitas produksi.
3.Belum adanya teknologi terhadap penagulangan penyakit Ice-ice, hal ini disebabkan kegiatan budidaya rumput laut bersifat open culture sehingga treatment secara kimiawi akan sulit dilakukan
4.Adanya gelombang musiman dan hama ikan predator yang mengancam aktivitas kegiatan usaha budidaya
5.Minimnya sarana penunjang budidaya seperti perahu terutama di pesisir Jepara menyebabkan terhambatnya aktivitas budidaya.
6.Jaminan ketersedaan bibit rumput laut secara jangka panjang masim minim, fakta di Indonesia terjadi degradasi kualitas bibit rumput laut yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas dan pertumbuhan rumput laut. Hal ini bibit yang dipakai merupakan hasil vegetative secara terus menerus tanpa adanya pergantian terhadap varietas baru.

Aspek Non-Teknis

1.Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas lain seperti parawisata, Konservasi dan nelayan tangkap.
2.Kelembagaan kelompok yang masih lemah dan bahkan di Karimunjawa banyak yang belum mempunyai wadah kelompok, hal ini berpengaruh terhadap efektifitas pola pendampingan dan control terhadap aktivitas budidaya
3.Pembudidaya pemula cenderung belum siap jika mengalami kegagalan, sehingga mempengaruhi animo dan motivasi mereka.
4.Harga yang cenderung fluktuatif (tidak stabil), disebabkan orientasi eksport masih dalam bentuk Raw-material (kering asin) menyebabkan posisi tawar rendah,serta pengendali harga ditentukan oleh pabrik pengolah di Luar Negeri.
5.Keterbatasan permodalan, khususnya pembudidaya di Pesisir Jepara Daratan , sehingga menghambat proses pengembangan kawasan. Hal ini karena pembudidaya belum mampu untuk melakukan saving dana hasil penjualan untuk kegiatan perluasan lahan dan kapasitas produksi.
6.Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, sehingga mempengaruhi efektifitas alih terap teknologi. Besarnya Jumlah pelaku utama budidaya tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
7.Sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak investor, hal ini karena kegiatan usaha budidaya masih diangap kegiatan yang High-risk.
8.Belum terwujudya pola pengembangan kawasan yang terintegrasi dari hulu ke hilir (system kluster), hal ini terjadi karena kurang optimalnya peran seluruh stake holder yang terlibat dalam usaha rumput laut.

V.RENCANA TINDAK LANJUT

1.Melakukan kajian terhadap dinamika pelaku usaha budidaya rumput laut dan mekanisme pola kemitraan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat
2.Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
3.Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
4.Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
5.Melakukan alih terap dan transfer informasi teknologi budidaya yang terbarukan
6.Memfasilitasi kelompok pembudidaya untuk mendapatkan akses/dukungan untuk menunjang dan meningkatkan pengelolaan budidaya dan kapasitas produksi melalui pendekatan terhadap pemerintah pusat , lembaga perbankkan dan mitra usaha.
7.Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
8.Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka
9.Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi dengan baik (sistem kluster). Salah satu upaya adalah membentuk kelompok pengolah rumput laut melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir, sehingga secara langsung dapat meningkatkan posisi tawar hasil produksi
10.Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluh terhadap semua rangkaian kegiatan budidaya rumput laut seluruh kelompok pembudidaya, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan serta mencari alternative solusi atas kendala yang dihadapi.
11.Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang secara langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara.
12.Meningkatkan peran seluruh stake holder untuk ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.

Minggu, 06 September 2009

BANTUAN SELISIH HARGA BIBIT RUMPUT LAUT


JEPARA- Keberlanjutan Kegiatan usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Jepara daratan perlu mendapat perhatian yang serius terutama dari Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara. Potensi yang cukup besar serta pemanfaatan lahan yang belum bisa mengcover keseluruhan luas potensial yang ada hendaknya bukan hanya dijadikan sebagai harapan semata namun harus ditempuh melalui langkah-langkah kebijakan strategis yang langsung mengarah pada upaya peningkatan kapasitas produksi serta peran pemberdayaan Masyarakat pesisir.

Ketersediaan bibit yang kontinyu merupakan faktor utama penunjang keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Mengingat secara keseluruhan pembudidaya yang ada di pesisir Jepara daratan merupakan pembudidaya pemula, sehingga upaya men-stimulus kegiatan usaha merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh pihak pemerintah. Adanya Program Bantuan Selisih Harga Benih (BSHBI) rumput laut dari Ditjen Perikanan Budidaya yang akan dialokasikan pada TA. 2009 dirasakan akan sangat mendukung kegiatan budidaya bagi pembudidaya rumput laut pemula , walaupun jumlah alokasinya masih sangat kecil untuk Kabupaten Jepara. Tahun 2009 ini alokosai BSHBI untuk rumput laut di Kabupaten Jepara hanya 5.000 kg yangdiperuntukan untuk 2 kelompok, masing-masing Pokdakan “Bina Karya” sebesar 4.000 kg dan Pokdakan “Baruna” sebesar 1.000 kg. Subsidi yang dialokasikan sebesar Rp.1.000,-/kg padahal Harga Pokok Pembelian Bibit saat ini mencapai Rp.2.500,-/kg.

Alokasi BSHBI untuk TA.2009 ini masih dirasakan sangat kurang, padahal pada awalnya DKP kabupaten Jepara mengusulkan sebesar 25.000 kg guna mengcover kebutuhan dari 5 kelompok dengan total pembudidaya 50 orang. Kedepan tentunya kami berharap alokasi BSHBI ini ditambah plafondnya terutama untuk budidaya rumput laut. Hal ini perlu mendapat perhatian karena KabupatenJepara mempuyai potensi wilayah pesisir yang potensial untuk budidaya rumput laut.

Upaya untuk melakukan pengembangan kawasan dengan target awal meningkatkan tingkat pengelolaan lahan per-pembudidaya sebesar 1.000 m2, harus melalui dukungan dari seluruh stake holder dalam hal ini pihak pemerintah sebagai pemangku kebijakan maupun pihak swasta. Jika dikelola dengan baik melalui pemberdayaan masyarakat dan peran pendampingan yang berkelanjutan , maka potensi yang ada bukan hanya sekedar harapan namun menjadi kenyataan.