Jumat, 28 Agustus 2009

ALTERNATIF POLA KEMITRAAN DALAM USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT


Sebagaimana diketahui bahwa sebagai salah satu komoditas sektor riil yang sedang tumbuh dan berkembang, ternyata komoditas perikanan memiliki keunggulan yaitu: a) Usaha di bidang perikanan termasuk usaha yang perputarannya cepat (quick yielding), yaitu sekitar 5 bulan dapat melakukan panen b) Ikan oleh negara-negara maju dikatagorikan sebagai bahan organik, sehingga memungkin produk ini dapat diekspor ke luar negeri tanpa quota/batasan volume (nonqouta product) c) Sebagai makanan masa depan (future food) yang menyehatkan tubuh, maka permintaan akan produk ini akan terus meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan kesadarannya d) Indonesia (termasuk Jambi) memiliki potensi perikanan yang cukup tinggi (high potency).
 
Pendekatan Efisiensi Usaha
Dalam era globalisasi, dunia usaha akan dihadapkan pada suatu tatanan hidup yang penuh dengan persaingan, baik persaingan dengan Provinsi tetangga untuk pasar lokal maupun dengan negara luar untuk pasar internasional. Faktor kunci agar suatu kegiatan usaha dapat bertahan di era penuh persaingan ini yaitu dimilikinya daya saing yang tinggi, yang hanya bisa dicapai dengan adanya kegiatan usaha yang efektif dan efisien.

Guna menjawab tantangan diatas, agar suatu usaha dapat berjalan dengan efektif dan efisien yaitu dengan membangun kemitraan usaha, dengan kemitraan diharapkan dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta transfer teknologi.

Karakteristik dan Permasalahan  Usaha Kecil
Pada umumnya di negara-negara berkembang, baik di Asia maupun di Afrika, usaha kecil merupakan tulang punggung perekonomian negara. Hal ini disebabkan karena jumlah pelakunya yang sangat banyak serta jumlah kumulatif modalnya cukup tinggi. Sehingga usaha kecil memiliki peranan yang sangat penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro. Pada tingkat makro usaha kecil berperan dalam penyerapan tenaga kerja non formal, penyedia bahan baku bagi usaha besar, dan dalam perolehan devisa. Sedangkan pada tingkat mikro, usaha kecil berperan sebagai sumber penghasilan keluarga, wadah bagi para calon wira-usahawan.

Adapun permasalahan yang sering dihadapi oleh usaha kecil diantaranya aspek lemahnya kualitas sumberdaya manusia yang berdampak kepada: 1) Pengelolaan usaha yang belum profesional, terutama dalam hal pembukuan, pemasaran dan pembiayaan lainnya. 2) Sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari perbankan, mengingat usaha ini tidak memiliki agunan yang cukup. 3) Perkembangan usaha sangat tergantung kepada pribadi si pengusaha, 4) Lemahnya inovasi teknologi, financial, manajemen, pemasaran hasil dan akses terhadap pelayanan pendukung.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit usaha kecil yang mengalami kegagalan, namun sebaliknya banyak juga usaha kecil yang mencapai keberhasilan. Biasanya usaha kecil yang mencapai keberhasilan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Kemandirian yang tinggi, dari aspek permodalan, pemasaran mapun dukungan serta fasilitas dari pemerintah. 2) Memiliki komitmen yang tinggi serta selalu bekerja keras. 3) Bersikap proaktif dan inovatif.

Dalam pengembangan usaha kecil disktor perikanan di Indonesia, terdapat beberapa pola atau bentuk kemitraan antara usaha kecil atau petani dengan pengusaha besar, yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1.Pola kemitraan inti-plasma. Pada pola ini umumnya merupakan hubungan antara petani, kelompok tani sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Pola ini yang dianggap layak untuk diterapkan pada kegiatan budidaya rumput laut dan pengembangan Tambak Inti Rakyat.
2.Pola Kemitraan subkontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari hasil produksinya. Pada pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang menyangkut volume, harga, mutu dan waktu. Pola ini sangat bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, ketrampilan, dan produktifitas.
3.Pola Kemitraan dagang umum. Pola ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Penerapan pola banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama.
4.Pola kemitraan kerjasama operasional. Pola kemitraan ini merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Umumnya kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Terkadang perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu,tembakau,   sayuran   dan   pertambakan.   Dalam   pola   ini   telah   diatur  tentang   kesepakan pembagian hasil dan resiko.

Sumber : www.dkp.go.id

MENJAGA KEINDAHAN PANTAI DENGAN RUMPUT LAUT


Pasir putih bersih terhampar di pantai Teluk Awur, Tahunan Jepara. Kondisi ini berbeda dari beberapa tahun silam. Dengan semangat gotong royong tinggi, warga dan nelayan setempat rutin merawat dan menjaga agar kawasan yang sudah menjadi jujugan wisatawan itu tetap enak dan nyaman untuk bersantai.

“Pantai dan laut menjadi gantungan hidup kami. Jika bukan kami, siapa yang merawatnya,” ujar Suratna. Petinggi (Kepala Desa Teluk Awur) saat menghadiri panen rumput laut, jum'at lalu.

Aktivitas pengawasan lingkungan dari gangguan pencuri karang laut dan pasir pantai, sudah dilakukan warga dengan dukungan desa. Enam bulan lalu dibentuk Kelompok Pengawas masyarakat (Pokwasmas) yang bertugas mengamankan kawasan pantai hingga perairan.

Dan empat bulan lalu, menyusul terbentuknya Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) yang bertugas mengamankan kawasan daratan.” Kedua wadah saling endukung mengamankan desa kami”, ujar Suratna.

Kekompakan warga semakin kuat dengan adanya kegiatan penanaman rumput laut di Perairan Teluk Awur. Masyudi, Ketua Kelompok pembudidaya rumput laut “sido makmur” menuturkan, penanaman pertama dilakukan bulan April lalu. “Awalanya diikuti 34 orang, sekarang sudah 34 orang”.

Hingga panen ke-tiga, hasilnya masih kecil karena lahan garapan tiap anggota masih sedikit. Dari total potensi hamparan perairan 150 hektar, yang ditanami baru 2,5 hektar. “Tiap hektar bisa ditanami 100 line. Jadi pemanfaatannya masih sangat minim,” ujarnya.

Hasil panen rumput laut basah rata-rata per-anggota baru sekitar 400 kg atau 45 Kg kering. Harga jual basah Rp.900,- dan kering mencapai Rp.10.000,-/kg.

Potensi Besar
Kepala Seksi Bina Usaha dan Budidaya Bidang Perikanan Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara Ir. Adi Sasongko mengemukakan, potensi rumput laut sangat besar.” Kami menargetkan, tanaman nelayan bisa meningkat lima kali dari sekarang sehingga bisa mendapat hasil Rp. 2 juta per panen 40 hari untuk masing-masing anggota.”

Program bantuan sosial penanaman rumput laut mendapat fasilitas dari Departemen Kelautan dan Perikanan, namun sifatnya hanya sebatas bantuan stimulan. Tiap anggota mendapat bantuan Rp.2 juta yang digunakan untuk membeli bibit, tali dan sampan.

Koordinator Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) “Jepara Makmur Sejahtera” Sokhib mengungkapkan, di Jepara ada sembilan kelompok nelayan dengan total area hampir 8 hektar yang mendapat bantuan sosial. Lainnya, ada dua kelompok mandiri. UPP membantu anggota pembudidaya yang memasarkan hasil panen baik basah maupun kering dalam jumlah kecil.” Yang kami bantu nelayan di pesisir Jepara Daratan. Untuk di Kepulauan Karimunjawa sudah banyak yang mandiri,” Tandasnya.

Camat Tahunan Lulus Suprayetno, SH bangga dengan upaya warga Teluk Awur dalam meningkatkan penghasilan. Sebab, Jika hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, kurang. Apalagi , sekarang ini biaya operasional tinggi, tapi hasilnya rendah.

“Dengan menanam rumput laut diharapkan tidak ada kapal pencuri karang dan pasir yang berani mendekat. Apalagi dengan penjagaan siang dan malam oleh nelayan”, paparnya.

Dia menyarankan, warga Teluk Awur yang sebagian besar bekerja sebagai buruh, mebel, petani, dan nelayan kecil mengikuti jejak Petinggi Suratna yang terjun langsung menanam rumput laut. (Sukardi-69)


Sumber : Harian Umum Suara Merdeka Edisi 18 Agustus 2009

Kamis, 27 Agustus 2009

PELUANG INVESTASI

BERMINAT MELAKUKAN INVESTASI ATAU KERJASAMA MELALUI POLA KEMITRAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT TERUTAMA DI PESISIR JEPARA (PERAIRAN TELUK AWUR DAN BANDENGAN..?
GAMBARAN UMUM :
1). TOTAL POTENSI LAHAN 200 HA
2). LAHAN TERMANFAATKAN BARU 3 HA
3). JUMLAH SDM PEMBUDIDAYA SEKITAR 60 ORANG

SILAHKAN HUBUNGI :
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JEPARA Cq: COCON.S, S.Pi & Ir. ADI SASONGKO
JL. RMP.SOSROKARTONO NO.2 JEPARA.
HP : 081326007379
E-MAIL : chocon_sdk@yahoo.co.id

ATAU HUBUNGI SEKRETARIAT KELOMPOK PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT "SIDOMAKMUR"
ALAMAT : DESA TELUK AWUR KECAMATAN TAHUNAN-JEPARA
CONTACT PERSON :
1). MASYUDI : 085290623018

Selasa, 25 Agustus 2009

PENGENALAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT


PENGENALAN KEGIATAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT
DI PESISIR JEPARA


Pengembangan rumput laut yang dilakukan di Pesisir Jepara dengan melakukan uji coba terhadap 2 strain bibit yaitu : Kappaphycus alvarezy (doty) strain maumerre dan Philipina (orang local menyebutnya cottoni Jumbo) dan Eucheuma cottoni strain tembalang. Uji coba ini dilakukan dalam rangka menentukan jenis bibit yang mampu berkembang dengan baik di perairan Jepara. Hasil pengamatan selama periode 1 siklus tanam menunjukan bibit strain maumerre/philipina mempunyai pertumbuhan yang baik yaitu di perairan Teluk Awur dan Bandengan, terutama pada kedalaman perairan minimal 3,5 meter dengan metoda budidaya system Rawai (long-line). Adapun tingkat pertambahan berat mencapai 5-10 kali lipat dari berat awal bibit yang ditanam, dimana penanaman awal bibit seberat 200 grm/ikat.
Selama periode siklus produksi, pembudidaya masih mengupayakan untuk melakukan pengembangan bibit secara bertahap melalui mekanisme jual beli bibit antar pembudidaya. Bahkan Bulan April lalu Kelompok Pembudidaya “Sido Makmur” desa Teluk awur telah mampu memenuhi permintaan bibit jenis K. alvarezy pada pihak pengusaha dari kabupaten Bintan Prop. Kepulauan Riau. Rata-rata mereka menjual bibit antar anggota Rp.2.500,- per kg sedangkan ke luar daerah mereka mematok harga sampai dengan Rp. 3.500,-.
Pada saat karimunjawa mengalami kerusakan hamper 80% akibat penyakit ice-ice dan lumut, malah kondisi rumput laut di perairan Teluk Awur tidak sampai mengalami hal serupa. Tentunya merupakan suatu tantangan potensi yang cukup besar untuk dilakukan pemanfaatan. Menurut hasil kajian dan identifikasi total potensi perairan pesisir Jepara mencapai lebih kurang 405 Ha (mulai dari Bondo sampai dengan Teluk awur), namun demikian potensi yang paling baik berada pada kawasan perairan Teluk Awur yan mencapai kurang lebih 150 Ha.
Melihat besarnya potensi pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara yang meliputi Kepulauan Karimunjawa dan pesisir Jepara, tentunya diperlukan upaya yang serius melalui arah kebijakan yang srategis dari pemerintah daerah, mengingat selain rumput laut merupakan komoditas ekonomis yang penting baik local maupun ekspor disamping itu kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan satu-atunya kegiatan usaha yang mampu menyentuh semua lapisan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan sumberdaya yang ada.

Senin, 24 Agustus 2009

RUMPUT LAUT HARAPAN BARU MASYARAKAT PESISIR TELUK AWUR


BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni HARAPAN BARU MASYARAKAT PESISIR TELUK AWUR KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA



Desa Teluk Awur merupakan salah satu kawasan yang mempunyai garis pantai terpanjang di pesisir Jepara yaitu sepanjang ± 2 km mulai dari perbatasan Desa Tegal Sambi sampai dengan Desa Semat. Hasil Kajian yang dilakukan Tenaga Pendamping Teknologi (TPT) Perikanan Budidaya Kabupaten Jepara selama periode bulan April sampai dengan Juni 2009 yang dilakukan pada beberapa titik lokasi mulai dari Perairan Empuranca sampai dengan Teluk Awur, menempatkan kawasan perairan teluk Awur sebagai kawasan yang paling layak untuk
dilakukan pengembangan budidaya rumput laut, disusul oleh perairan Bandengan Kecamatan Jepara Menurut Cocon, S.Pi (TPT Perikanan Budidaya) bahwa total lahan potensial ke-dua kawasan tersebut mencapai > 200 Ha dimana titik lokasi minimal 300 meter dari garis pantai. Identifikasi kelayakan perairan tersbut juga pernah dilakukan oleh Jurusan Kelautan Universitas Diponegoro Semarang dimana hasilnya Teluk Awur dan Bandengan potensial untuk dilakukan pengembangan budidaya rumput laut.

Jum’at, 14 Agustus 2009 telah dilakukan kegiatan panen bersama rumput laut oleh Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur” desa Teluk Awur Kecamatan Tahunan. Kegiatan panen ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara yang diwakili oleh Ir. Adi Sasongko, M.Si sebagai Kasie Bina Usaha Budidaya Perikanan laut, BBPBAP Jepara, Camat Kecamatan tahunan, aparat pemerintahan setempat serta Harian Suara Merdeka Semarang. Panen yang dilakukan pada luas lahan sekitar 2,12 Ha ini dengan jumlah Kapasitas Produksi sekitar 20 ton. Menurut Ir. Adi Sasongko tingkat pemanfaatan lahan budidaya masih minim yaitu baru sekitar 1,4% dari total potensi lahan di perairan teluk Awur seluas ± 150 Ha, ini tentunya akan menjadi harapan dan tantangan kedepan untuk dilakukan kegiatan budidaya secara masal. “Untuk tahap awal kami menargekan tingkat kepemilikan lahan per-pembudidaya minimal 1.000 m2 dari sekarang yang baru sekitar 200 m2/pembudidaya, hal ini dimaksudkan agar tingkat pendapatan dari hasil budidaya mengalami peningkatan dari Rp.400.000,- menjadi minimal Rp.1.500.000 per-pembudidaya selama 1 siklus tanam, dimana secara umum kami menargetkan pemanfaatan awal di perairan teluk awur sebesar min. 8 Ha lahan budidaya dengan kapasitas produksi minimal 160 ton berat basah” tambah beliau saat member keterangan pada Suara Merdeka.

Camat Kecamatan Tahunan dalam sambutannya meminta kepada pihak Dinas kelautan dan Perikanan untuk terus melakukan pendampingan dan pembinaan secara intensif sehingga kegiatan budidaya ini akan berkelanjutan serta diharapkan pengelolaannya dilakukan secara terintegrasi dimana kedepan perlu upaya untuk menciptakan produk olahan rumput laut sebagai nilai tambah penghasilan ibu-ibu pesisir Teluk Awur.

Menurut pengakuan Masyudi Ketua Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur”, Kegiatan usaha budidaya rumput laut ini sangat potensial dan sangat membantu masyarakat teluk awur dalam upaya mendapatkan penghasilan tambahan diluar profesi anggota yang kebayakan sebagai nelayan tangkap dimana hasil dari budidaya rumput laut ini tehitung cepat hanya dalam waktu 45 hari sudah bisa dipanen. “Akhir-akhir ini hasil tangkapan nelayan setiap saat mengalami penurunan, sehingga perlu adanya kegiatan lain yang mampu menopang kebutuhan sehari-hari keluarga, kami sangat berterima kasih kepada pihak pemerintah yang telah memberikan pengenalan dan bimbingan budidaya rumput laut serta memberikan bantuan stimulant lewat Bantuan social untuk budidaya rumput laut pada 34 pembudidaya anggota kami”, imbuhnya. Ditambahkam masyudi saat ini Kelompok Pembudidaya Rumput Laut “Sido Makmur” beranggotakan sekitar 90 orang, namun demikan tahap awal ini baru 47 orang yang aktif melakukan kegiatan budidaya dengan rata-rata kepemilikan lahan baru sebanyak 3 tali ris masing-masing panjang 150 meter padahal paling tidak target kami semua anggota yang berjumlah 90 arang mampu melakukan kegiatan budidaya dengan minimal mempunyai 10 tali ris per-anggota. “Keterbatasan modal merupakan kendala yang kami hadapi untuk melakukan pengembangan lahan budidaya padahal kami sangat ingin perairan Teluk awur ini penuh dengan rumput laut, upaya yang telah kami lakukan adalah dengan mencoba mengajukan proposal pengembangdan ke Dirjen Perikanan Budidaya DKP serta pemerintah daerah, disamping kami dibantu oleh TPT Perikanan Budidaya mencoba untuk melakukan pendekatan ke pihak perusahaan yang ingin ber-mitra, maklum hampir keseluruhan anggota kami adalah pemula, sehingga kami butuh dukungan dari pihak pemerintah maupun swasta”, tambah Masyudi.

“Pertumbuhan rumput laut di Perairan Teluk Awur sampai saat ini dalam kondisi baik dimana rata-rata pertambahan berat bisa mencapai 5-10 kali lipat dari berat awal tanam. Bahkan disaat rumput laut di sebagian besar Karimunjawa terserang penyakit Ice-ice dan hama lumut, Alhamdulillah pada perairan teluk awur kondisinya malah baik. Bulan lalu kami telah mampu menjual bibit sebanyak 250 kg untuk permintaan salah satu pengusaha dari Pulau Bintan Kepulauan Riau , mudah-mudahan saja kegiatan budidaya akan terus bertahan, cuman kami masih membutuhkan dukungan dana dari pihak pemerintah untuk menambah lahan budidaya“, kata Bathi salah satu pembudidaya rumput laut sambil menghisap sebatang rokok.

Teknologi budidaya yang tersedia dengan tingkat penyerapan yang sederhana merupakan salah satu keunggulan yang harus diterapkan terhadap masyarakat pesisir Kabupaten Jepara. Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan usaha yang layak dan mampu dilakukan oleh semua masyarakat pesisir, adanya cash flow yang cepat sekitar 40-45 hari pembudidaya sudah bisa melakukan pemanenan dan biaya operasinal selama budidaya nyaris tidak ada, hal inilah yang menjadi factor utama berkembangnya animo masyarakat psisir Teluk awur untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Sebagai langkah awal untuk membantu penyerapan produksi dari pembudidaya melalui peran dari Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) “Jepara Makmur

Sejahtera” Kab. Jepara maka hasil panen pembudidaya dapat langsung dijual tanpa ada batasan quota. Saat ini harga rumput laut ditingkat pembudidaya berkisar antara Rp.8.000,- s/d Rp. 9.000,- / berat kering. Sedangkan dari UPP sendiri hasil produksinya langsung diserap oleh PT. Indo Carrageen salah satu perusahaan dari Surabaya.

Melalui kegiatan panen rumput laut ini tentunya mampu menepis anggapan sebagian orang bahwa perairan pesisir Jepara kurang layak untuk budidaya rumput laut. Sangat besarnya potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Jepara termasuk yang berkembang pesat di Kepulauan Karimunjawa diharapkan akan mampu menopang peningkatan produksi rumput laut nasional, oleh karena itu kegiatan budidaya yang dilakukan di pesisir Jepara dalam hal ini di Teluk Awur harus dijadikan perhatian dan sasaran pengembangan kawasan budidaya rumput laut melalui dukungan serius dari pemerintah pusat maupun daerah.




Sumber : www.sda_jprseaweeds.blogspot.com

Minggu, 23 Agustus 2009

KAJIAN PEMANFAATAN POTENSI PESISIR JEPARA UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni


KAJIAN PEMANFAATAN POTENSI PERAIRAN JEPARA
MELALUI KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni)
I.         PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Kabupaten Jepara memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar, hal ini dapat dilihat dengan keberadaan garis pantai Jepara yang panjang mencapai 72 Km . Khusus untuk wilayah pesisir sekitar Jepara (di luar Karimunjawa) masih banyak potensi yang belum tergarap secara maksimal.
Jika dilihat dari karakteristik perairan secara fisika maupun kimia sepanjang perairan Pesisir Jepara cukup potensial untuk pengembangan budidaya laut dalam hal ini kegiatan budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni). Rumput laut merupakan komoditas perikanan unggulan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan pangsa pasar yang luas baik lokal maupun orientasi ekspor. Teknologi budidaya yang tersedia dengan tingkat penyerapan yang sederhana merupakan salah satu keunggulan yang harus diterapkan terhadap masyarakat pesisir Kabupaten Jepara.
Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan usaha yang layak dan mampu dilakukan oleh semua masyarakat pesisir, adanya  cash flow yang cepat sekitar 40-45 hari pembudidaya sudah bisa melakukan pemanenan dan biaya operasinal selama budidaya nyaris tidak ada, hal inilah yang menjadi factor utama bahwa kegiatan budidaya rumput laut merupakan jenis usaha perikanan yang prospektif untuk dikembangkan.
Belum adanya ploting kawasan terutama budidaya laut merupakan faktor bahwa potensi budidaya perikanan laut belum termanfaatkan secara maksimal. Animo masyarakat yang masih rendah dalam melakukan kegiatan budidaya laut dalam hal ini kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama masyarakat sepanjang pesisir Jepara, hal ini disebabkan belum adanya pembuktian konkrit terhadap kelayakan usaha budidaya rumput laut yang secara langsung meyakinkan masyarakat untuk terjun melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Banyaknya konflik kepentingan terutama dalam pemanfaatan zonasi kegiatan usaha, sebagai salah satu contoh konkrit bahwa kegiatan budidaya laut seringkali berbenturan dengan aktivitas penangkapan ikan. Hal ini tentunya kedepan harus menjadi bahan evaluasi untuk menentukan arah kebijakan yang secara langsung menjamin keberlangsungan kegiatan usaha budidaya.
1.2.       Perumusan Masalah
Hasil identifikasi melalui pendekatan analisa SWOT berkaitan dengan pemanfaatan potensi perairan Jepara, sebagai berikut :
A.       Indikator yang menjadi kekuatan  internal :
1.      Secara geografis Kabupaten Jepara yang mempunyai garis pantai sekitar 72 km  dan layak untuk dilakukan pengembangan usaha budidaya rumput laut.
2.     Teknologi budidaya telah tersedia dan mudah diserap
3.     Sarana prasarana pendukung perikanan budidaya baik untuk akses produksi, transportasi maupun pasar cukup memadai
4.       Sumber daya manusia terutama masyarakat pesisir Jepara yang dimilki cukup besar dan sangat memungkinkan untuk diberdayakan.
5.     Kelembagaan UPP Perikanan Budidaya “Jepara makmur sejahtera” sebagai organisasi usaha kelompok budidaya diharapkan mampu menjadi fasilitator dan mengakomodir aspirasi dari kelompok pembudidaya ikan guna mendapat akses permodalan maupun akses lain.
B.        Indikator eksternal yang akan menjadi peluang pengembangan :
1.      Pangsa pasar komoditas rumput laut sangat terbuka baik local maupun orientasi ekspor
2.     Keberadaan institusi pendukung di bidang perikanan seperti diantaranya Undip, BBPBAP Jepara, Akademi Perikanan kalinyamatan, SMK Perikanan yang diharapkan mampu berperan langsung dalam menciptakan inovasi teknologi budidaya perikanan
3.     Adanya lembaga keuangan / perbankan sebagai penyedia akses permodalaan
4.     Program-program pemberdayaan dari pusat diharapkan akan menjadi stimulus guna memicu kegiatan usaha kelompok pembudidaya ikan
C.        Indikator  yang menjadi penghambat kekuatan internal yang ada:
1.        Potensi yang ada belum didukung dengan ploting kawasan pengembangan budidaya rumput laut sehingga Luas lahan budidaya yang termanfaatkan saat ini belum bias meng-cover keseluruhan potensi lahan yang tersedia
2.       Perairan Jepara relatif terbuka sehingga cukup riskan terhadap dampak gelombang musiman
3.       Jumlah sumber daya manusia tidak seluruhnya  diimbangi dengan penguasaan teknologi budidaya rumput laut. Disamping itu sebagian besar kelompok yang sudah terbentuk masih tergolong kategori pemula dan bahkan banyak pembudidaya ikan yang belum mempunyai wadah kelompok.
4.       Animo masyarakat masih rendah, terutama untuk terjun melakukan kegiatan usaha budidaya laut
5.       Alih terap teknologi masih terkendala oleh aspek non-teknis terutama komitmen pelaku utama dalam melakukan kegiatan usaha budidaya
6.       Kurangnya jumlah pelaku Pembina sehingga mempengaruhi efektifitas pendampingan
7.       Kurangnya dukungan permodalan di tingkat pembudidaya
8.       Kelembagaan kelompok pembudidaya  masih lemah karena sebagian besar merupakan pembudidaya pemula
9.       Peran pendampingan belum mengarah pada terbentuknya sebuah kelompok yang kuat secara kelembagaan maupun manajemen usaha yang akuntable dan bankable.
10.     Kelembagaan UPP masih sebatas sebagai fasilitator belum berkembang mejadi sebuah lembaga usaha pokdakan yang kuat dan mandiri
D.       Indikator eksternal yang menjadi penghambat terhadap peluang yang ada :
1.      Kebiasaan pasar yang menekankan adanya target quota produksi dan kontiyuitas permintaan, sehingga menjadi masalah tersendiri bagi pembudidaya skala kecil
2.     Dukungan dari pihak pemilik modal (lembaga keuagan mikro dan perbankkan) masih sulit diakses terutama oleh pembudidaya kecil
3.     Konflik kepentingan terkait pemanfaatan zona perairan dimana sering terjadi konflik antara aktivitas budidaya  dengan aktivitas nelayan tangkap
4.     Sistem monopoli pasar oleh beberapa pembeli/pemodal serta rantai distribusi pasar yang panjang, menyebabkan posisi tawar hasil produksi rendah.
Melihat beberapa pertimbangan terhadap potensi , peluang dan permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang dipandang perlu untuk menentukan arah kebijakan yang efektif melalui peran pendampingan dan pembinaan terhadap pelaku utama secara efektif dan berkelanjutan sehingga potensi perikanan budidaya beserta peluangnya akan dapat termanfaatkan secara optimal.
1.3.       Tujuan
Kajian pemanfaatan potensi perairan Jepara ini bertujuan :
·            Dalam rangka menentukan ploting kawasan budidaya, dimana ke-depan diharapkan menjadi bahan  rekomendasi untuk pengembangan kawasan budidaya rumput laut melalui pemberdayaan masyarakat pesisir Jepara.
·            Menentukan arah kebijakan berkaitan dengan akses produksi, kualitas produksi dan akses pasar
·            Menentukan pola kemitraan usaha yang fleksibel dan berkelanjutan
·            Memberdayakan peran pendampingan dan penyuluhan melalui transper teknologi budidaya
·            Meningkatkan animo masyarakat untuk terjun melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut sebagai alternative mata pencaharian keluarga
1.4.       Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan kawasan budidaya rumput laut pada tahap awal ini adalah pembudidaya pemula yang telah tergabung dalam kelompok pembudidaya rumput laut, terdiri dari total pembudidaya pemula sebanyak 152 orang yang tergabung dalam 9 kelompok pembudidaya rumput laut. Dimana masing-masing terdapat pada ploting kawasan yaitu di Kecamatan Mlonggo meliputi pesisir Mpuranca, Pailus ; Kecamatan Jepara meliputi pesisir Bandengan, Bulu, Karangkebagusan ; dan Kecamatan Tahunan meliputi pesisir Tegal Sambi dan Teluk Awur.
1.5.       Waktu Pelaksanaan
Kajian ini dilakukan dilakukan mulai awal bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2009.
II.          PELAKSANAAN
2.1.       Proses Identifikasi
Kegiatan pengembangan kawasan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni di perairan pesisir Jepara untuk tahap awal dilakukan dibeberapa ploting kawasan, yaitu di Kecamatan Mlonggo (meliputi pesisir Mpuranca dan Pailus); Kecamatan Jepara (meliputi pesisir Bandengan, Bulu dan Karangkebagusan); Kecamatan Tahunan (meliputi pesisir Tegal Sambi dan Teluk Awur).
Identifikasi terhadap potensi pengembangan budidaya rumput laut dilakukan melalui pengumpulan data primer maupun sekunder berdasarkan pertimbangan beberapa Faktor diantaranya : 1). Faktor resiko, mencakup masalah keterlindungan, keamanan dan konflik kepentingan, 2). Faktor Kemudahan, meliputi sarana pendukung budidaya dan akses transportasi ke lokasi budidaya, 3). Faktor ekologis, meliputi arus, substrat dasar perairan, kedalaman air, salinitas, kecerahan, tingkat pencemaran, ketersediaan bibit dan sumberdaya manusia.
2.2.       Pemanfaatan Lahan Budidaya
Pemanfaatan lahan didasarkan pada hasil identifikasi terhadap kelayakan lokasi  baik parameter oceanografi maupun kualitas air dibeberapa ploting kawasan, Adapun metode budidaya yang diterapkan terdiri dari 5 (lima) metode budidaya diantaranya Jalur Kombinasi, rawai (long line), jalur pancang , lepas dasar dan rakit apung. Penerapan  beberapa metode tersebut berdasakan pertimbangan karakteristik dan topografi masing-masing lokasi.
Uji coba penanaman bibit untuk tahap pertama dilakukan pada tanggal 31 Maret 2009. Sedangkan jenis bibit yang dicobakan ada 2 jenis diantaranya : 1). Kappaphicus alvarezy (doty) strain Philipina dan maumerre atau kebanyakan bilang cottoni jumbo; 2). Eucheuma cottoni strain tembalang (local). Uji coba terhadap kedua jenis tersebut dalam rangka menemukan strain tertentu yang mampu beradaptasi dengan kondisi perairan Jepara serta lebih menguntungkan dari segi produksi.
III.           HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.       Gambaran Perkembangan Kegiatan Budidaya
Setelah dilakukan proses kegiatan budidaya selama siklus pertama (April s/d Juni 2009) menunjukan hasil yang cukup mengembirakan terutama pada beberapa ploting kawasan. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan baik dari segi perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut maupun jumlah sasaran pelaku utama. Perluasan pengembangan kawasan budidaya rumput laut terjadi di perairan Kecamatan Mlonggo dan perairan teluk awur. Perluasan kawasan budidaya ini ditandai munculnya lahan budidaya baru dan pelaku usaha di luar kelompok pembudidaya yang menjadi sasaran awal. Dimana selama siklus pertama (April s/d Juni 2009) terjadi peningkatan pemanfaatan potensi lahan dari semula 4,435 Ha menjadi 7,55 Ha atau sekitar 85,11 %, begitu pula terjadi peningkatan jumlah pelaku usaha dari semula 152 orang menjadi 250 orang atau sekitar 82,23 %. Selain itu terjadi peningkatan jumlah kelompok pembudidaya dari awal 9 Pokdakan menjadi 11 pokdakan.
Adapun peningkatan terhadap jumlah pemanfaatan lahan terjadi pada kawasan perairan Teluk Awur, disusul perairan Pailus dan Bandengan, sedangkan jumlah pelaku usaha budidaya terjadi peningkatan di perairan Teluk Awur dan Pailus.
Gambaran di atas ini menunjukan bahwa selama proses kegiatan produksi pada siklus pertama (April s/Juni 2009) telah terjadi peningkatan animo masyarakat yang cukup tinggi dalam melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Animo masyarakat terhadap usaha budidaya rumput laut salh satunya tidak terlepas dari faktor kelesuan usaha non-agrobisnis di Kabupaten Jepara, dimana kegiatan usaha budidaya rumput laut ini merupakan kegiatan usaha budidaya di sektor perikanan yang sangat menguntungkan dari aspek ekonomi maupun penyerapan teknologi
Sedangkan dilihat dari segi kapasitas produksi yang tersedia pada lahan budidaya, terjadi peningkatan jumlah kapasitas rumput laut yaitu dari sekitar 15.600 kg pada awal siklus menjadi 35.600 kg atau naik sekitar 114,1%.  Menurut hasil sampling terhadap pertumbuhan menghasilkan bahwa rata-rata pertambahan berat rumput laut selama 30 hari mencapai 4-8 kali lipat dari bibit awal (berat bibit awala 100-200 gr/ikat), ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan cukup baik dan secara teknis pesisir jepara secara umum layak untuk dikembangkan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni  terutama kawasan perairan Teluk Awur, Pailus dan Bandengan.
Peningkatan kapasitas produksi belum terjadi secara merata disemua lokasi. Ini bias dilihat pada lokasi budidaya di perairan Mpuranca, Bulu dan Tegal Sambi yang justru mengalami penurunan kapasitas produksi. Penurunan ini lebih disebabkan adanya factor hama ikan predator (ikan Beronang) yang berdampak secara massal serta kesesuian posisi penanaman yang belum sesuai dengan standar kelayakan budidaya rumput laut dimana rata-rata posisi penanaman masih mengandalkan perairan yang cukup dangkal dan berada dekat dengan pesisir pantai.
Secara umum sampai bulan Mei 2009 kegiatan budidaya rumput laut masih berjalan dengan baik. Dimana rata-rata tingkat keberhasilan budidaya pada tahap awal ini secara umum mencapai sekitar 64,37% adapaun tingkat keberhasilan paling baik terjadi pada kawasan perairan Teluk Awur yang mencapai 90%, hal ini cukup baik mengingat kegiatan budidaya rumput laut di pesisir Jepara baru dilakukan pengembangan pada saat ini. Dimana diharapkan kawasan budidaya yang selama ini telah berkembang akan menjadi embrio dan memicu proses pengembangan kawasan budidaya di lokasi lain. Hal ini perlu karena pemanfaatan potensi lahan baru sekitar 7,55 Ha atau sekitar 1,987 % dari luas potensi lahan yang ada pada beberapa kawasan di atas.
3.2.            Gambaran Realisasi Produksi
Sampai dengan siklus pertama realisasi produksi  yang dicapai baru sebanyak 11.900 kg berat basah atau sekitar 1.489 kg berat kering. Hal ini disebabkan secara umum pada beberapa lokasi proses produksi masih dalam tahap pengembangan bibit dan perluasan lahan budidaya.
3.3.       Gambaran Penghasilan Pembudidaya
Tingkat kepemilikan lahan budidaya untuk masing-masing pembudidaya masih relative kecil, sehubungan kepemilikan modal yang terbatas dimana bantuan usaha dari pemerintah pusat baru sebatas stimulus. Menurut perhitungan bahwa rata-rata kepemilikan lahan budidaya awal baru sekitar 0,02 Ha (200 m2)/pembudidaya dengan kapasitas rumput laut sebanyak 400 kg s/d 500 kg. Dimana pendapatan rata-rata per-pembudidaya baru mencapai Rp. 200.000,- / siklus. Dengan demikian ke-depan perlu upaya guna mencapai target minimal kepemilikan lahan / pembudidaya sekitar 0,2 Ha (2.000 m2) sehingga penghasilan per-pembudidaya dapat mencapai kisaran Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 1.800.000,- / siklus (pendapatan diatas dengan asumsi harga per-kg berat basah saat ini Rp. 600,- dan kering Rp.6.500,- di tingkat pembudidaya). Namun demikian pada beberapa kelompok pembudidaya system pengelolaan untuk tahap awal secara umum dilakukan secara bersama-sama (Kelompok Usaha Bersama). Perlu diketahui bahwa kegiatan usaha budidaya rumput laut di pesisir Jepara saat ini masih dalam kategori usaha sampingan/sambilan. Sehingga kelayakan usaha budidaya mutlak menjadi parameter utama guna meningkatkan animo masyarakat untuk terjun melakukan usaha budidaya rumput laut.
3.4.            Akses Pasar dan Pola Kemitraan
Kebiasaan pasar yang selalu mempertimbangkan kontiyuitas dan target quota menjadi kendala tersendiri bagi pembudidaya skala kecil. Dalam rangka menjamin penyerapan produksi ditingkat pembudidaya/Pokdakan secara fleksibel, transparan dan berkelanjutan, maka telah dilakukan upaya melalui pola kemitraan dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai fasilitator sekaligus penjamin akses pasar ditingkat pembudidaya/pokdakan. Dengan mekanisme ini hasil produksi dari pembudidaya/pokdakan dapat langsung terserap berapapun jumlahnya.Sedangkan akses pada perusahaan besar/eksportir telah dilakukan penjajagan kemitraan dengan PT. Indo Carrageen di Surabaya. Sampai saat ini hasil produksi kering yang telah terserap dari pembudidaya sekitar 1.489 kg dengan nilai jual sebesar Rp. 10.571.900,-.
3.5.            Jaminan Kualitas Hasil Produksi
Kualitas hasil produksi merupakan parameter utama yang harus diperhatikan dalam rangka menjamin keberlangsungan pasar serta guna meningkatkan posisi tawar hasil produksi di tingkat pembudidaya. Guna mempermudah control terhadap hasil produksi rumput laut dari pokdakan, maka  telah dilakukan penerapan area ploting penjemuran system para-para jemur yang dikelola oleh UPP “Jepara makmur Sejahtera” di Desa Bandengan, Kecamatan Jepara.
IV.    KENDALA YANG DIHADAPI
Aspek Teknis :
1.          Tingkat keterlindungan lahan budidaya rumput laut yang rendah, hal ini disebabkan karakteristik perairan Jepara yang terbuka dengan laut Jawa, sehingga cukup riskan terhadap pengaruh gelombang musiman.  Terdapatnya sumber ar tawar (sungai) di beberapa lokasi akan berdampak negative terhadap kelangsungan hidup rumput laut apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
2.         Topografi pantai yang landai dibeberapa lokasi sehingga masih sulit untuk melakukan budidaya pada kedalaman yang tinggi, hal ini perlu mengingat strain Philipina dan maumerre sangat cocok dibudidayakan pada kedalaman yang tinggi.
3.         Dampak ikan beronang sebagai hama penyerang rumput laut, dimana pengaruhnya sangat besar dengan tingkat penyerangan massal dan dalam waktu singkat. Pengaruh ikan ini bersifat musiman dan terjadi pada kedalaman di bawah 3 meter dengan substrat perairan berkarang.
4.         Kondisi cuaca akhir-akhir ini yang sulit diprediksi sehingga berpengaruh terhadap pola tanam
5.         Keterbatasan kemampuan pembudidaya berkaitan dengan minimnya sarana pendukung budidaya, sehingga sebagian besar pembudidaya masih belum mampu mencari titik lokasi yang agak jauh dari tepi pantai (lokasi lepas karang dan cukup dalam).
Aspek Non- Teknis ;
1.          Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas nelayan tangkap.
2.         Masih terjadinya pencurian karang hidup, dimana secara langsung mengancam keseimbangan ekosistem laut serta aktivitas budidaya rumput laut. Sebagai gambaran kegiatan pencurian ini masih kerap terjadi di perairan Teluk Awur.
3.         Hampir keseluruhan pembudidaya adalah tingkat pemula sehingga seringkali pembudidaya belum siap jika mengalami kegagalan.
V.        KESIMPULAN
Setelah melalui beberapa rangkaian kegiatan budidaya rumput laut di beberapa kawasan sasaran pengembangan, maka didapat bebrapa kesimpulan berkaitan dengan potensi pengembanganbudidaya rumput laut di Pesisir Jepara, sebagai berikut :
1.          Bahwa secara umum perairan pesisir Jepara layak untuk dilakukan pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni. Dimana tingkat keberhasilan pada tahap awal menunjukan hasil yang cukup baik ditandai dengan adanya peningkatan animo masyarakat pesisir Jepara yang cukup tinggi.
2.         Tingkat kelayakan paling tinggi yaitu terdapat pada perairan Teluk Awur disusul perairan Bandengan dan pailus. Dimana tiga kawasan tersebut dapat direkomendaskan untuk ploting pengembangan kawasan budidaya rumput laut.
3.         Metoda budidaya yang dapat direkomendaskan adalah system Rawai (long line) dan jalur kombnasi.
4.         Titik lokasi penanaman direkomendaskan pada lokasi jauh dari terumbu karang minimal 100 meter (untuk menghindari hama ikan beronang), pada kedalaman min. 4 meter, Arus min. 20 cm/dtk, Salinitas min. 30 ppt.
5.         Pola pendampingan tahap awal pada pembudidaya pemula lebih efektif melalui pendekatan individual
6.         Tingkat animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu factor teknis budidaya dan jaminan pasar hasil produksi secara berkelanjutan. Sehingga 2 faktor ini menjadi penentu terhadap kesuksesan proses pengembangan kawasan budidaya rumput laut.
7.         Bahwa perluasan kawasan budidaya multlak dilakukan dalam rangka meningkatkan pemanfaatan potensi lahan serta guna menjamin kuntinyuitas hasil produkksi baik kualitas maupun kuantitas, sehingga target produksi dan kesejahteraan pelaku utama dapat tercapai. Dimana secara ekonomi standar target dalam rangka peningkatan pendapatan pelaku utama minimal Rp. 1,5 juta/KK/bulan sebagai hasil dari kegiatan usaha budidaya ikan khususnya komoditas rumput laut.
8.         Tingkat kepemilikan lahan yang sesuai standar kelayakan usaha adalah minimal 1.000 m2 / pembuddaya dengan kapasitas produksi minimal 3.200 kg.
9.         Peran pendampingan baik teknis maupun non teknis harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, dimana oreintasinya adalah untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok yang kuat dan mandiri serta memperluas dan meningkatkan animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha perikanan dalam hal ini budidaya rumput laut.
10.       Jaminan penyerapan hasil produksi rumput laut dari Pokdakan harus dilakukan melalui pemberdayaan peran UPP Perikanan Budidaya yang mampu memfasilitasi penyerapan produksi secara fleksibel, transparan dan kontinyu.
VI.         RENCANA TINDAK LANJUT
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengembangan kawasan budidaya rumput laut di pesisir Jepara, maka perlu menetapkan rencana kerja tindak lanjut yang secara langsung mendukung kegiatan usaha budidaya dan pencapaian kelembagaan kelompok yang kuat dan mandiri.
Langkah yang akan dilakukan antara lain :
1.          Dalam rangka menjamin akses pasar dan penyerapan hasil produksi rumput laut dari Pokdakan berdasarkan pertimbangan fleksibilitas quota produksi, tranparansi dan jaminan secara berkelanjutan, maka akan dilakukan pola kerjasama kemtraan pasar dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai penjamin dan fasilitotor penyerapan hasil produksi di tingkat kelompok pembudidaya.
2.         Jaminan akses pasar di Tingkat UPP akan dilakukan kerjasama kemitraan dengan perusahaan, dalam hal ini sedang dilakukan penjajakan dengan PT. Indo Carrageen di Surabaya. Namun demikian pola kemitraan tidak bersifat mengikat kedua belah pihak (bersifat fleksibel)
3.         Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
4.         Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut
5.         Peningkatan kelembagaan kelompok yang mampu melakukan pengelolaan usaha secara mandiri (Kelompok Usaha Bersama)
6.         Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka.
7.         Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi dengan baik (sistem kluster)
8.         Membentuk kelompok pengolah rumput laut guna menaikan posisi tawar hasil produksi