Sabtu, 19 September 2009

MEMBANGUN POLA PENGEMBANGAN KLUSTER RUMPUT LAUT DI JEPARA

Dalam perspektif perikanan budidaya, upaya penaggulangan tingkat kemiskinan harus dilakukan dalam kerangka memberdayakan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya kecil maupun pemula melalui proses pendidikan yang berkelanjutan dengan prinsip “menolong diri sendiri melalui peningkatan kemampuan”. Dengan demikian, mereka akan mampu menggali dan memanfaatkan potensi yang ada dan menjangkau kemudahan dalam aspek potensi sumberdaya, permodalan, teknologi maupun pasar.

Kabupaten Jepara yang secara geografis diuntungkan, karena merupakan wilayah pesisir yang menyimpan potensi besar di sector perkanan terutama sumberdaya rumput laut baik di Karimunjawa maupun Pesisir Jepara daratan. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor : SK.79/IV/Set-3/2005 bahwa di perairan Karimunjawa luas Zona untuk pemanfaatan budidaya perikanan termasuk rumput laut mencapai 788, 213 Hektar. Sedangkan menurut hasil kajian DKP Kabupaten Jepara total potensi lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut di pesisir Jepara daratan mencapai ± 350 Ha meliputi perairan Teluk awur, Bandengan, Mlongo dan perairan Bondo.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang luas baik local maupun orientasi eksport. Ketersedian teknologi yang sederhana, serta cash flow yang terhitung cepat dengan margin keutungan yang besar ,menjadikan kegiatan usaha rumput laut sebagai kegiatan usaha perikanan yang mampu menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat pesisir Jepara. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, kegiatan usaha budidaya rumput laut mampu menyerap tenaga kerja yang besar, dimana pada semua tahapan proses produksi melibatkan 2-3 orang tenaga kerja lepas melalui pemberdayaan ibu-ibu pesisir dan anak-anak. Dari total pengelolaan lahan saat ini sekitar 123 Hektar untuk kegiatan budidaya saja mampu menyerap tenaga kerja ≥ 3200 orang. Nilai penyerapan ini belum termasuk industri olahan rumput laut.

Kapasitas produksi hasil panen rumput laut Jepara yang mampu dihasilkan pada saat puncak musm tanam dapat mencapai 600 ton/bulan atau sekitar 7.200 ton per-tahun. Dengan nilai jual dan perputaran dana mencapai angka ≥ 400 juta/bulan. Dalam 8 bulan terakhir (sampai Agustus 2009) perputaran dana hasil produksi rumput laut telah mencapai nilai ± Rp. 2.5 milyar, angka yang cukup tinggi dan memberikan peluang investasi yang besar. Terkait dengan pola kemitraan, saat ini berjalan pola kemitraan system inti plasma, sehingga peran pemerntah pada tahap memfasilitasi dan membangun kelembagaan yang kuat dan mandiri. Hasil uji kualitas yang dilakukan oleh perusahaan mitra, memberikan hasil bahwa kualitas produk rumput laut Karimunjawa masuk kategori sangat baik dibanding hasil produksi daerah lain di Indonesia.

Ada beberapa permasalahan yang harus menjadi bahan evaluasi terutama menyangkut permasalan non-teknis, diantaranya :
1. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan
2. Kelembagaan kelompok yang masih lemah, kompleksitas kultur masyarakat dan dinamika kelompok yang menghambat kegiatan usaha.
3. Kurangnya jumlah pelaku Pembina yang mempunyai spesifikasi dan profesonalisme di bidang perikanan budidaya, dimana Jumlah pelaku utama tidak diimbangi dengan jumlah pelaku Pembina sehingga peran pendampingan belum menyentuh pada penguatan kelembagaan dan kemandirian pelaku utama.
4. Keterbatasan permodalan dan sulitnya pembudidaya mendapatkan akses permodalan dari pihal lembaga keuangan mikro mapun pihak swasta.
5. Belum terwujudya pola pengembangan melalui pengelolaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir
6. Belum terwujudnya peran sinergis diantara seluruh stakeholder, menyebabkan mata rantai proses produksi selalu berhenti pada suatu tahapan tertentu.
7. Lembaga/institusi pendukung usaha rumput laut belum secara maksimal memberikan peran dan kontribusi yang maksimal, fenomena yang ada masih terjadi ego-sektoral diantara lembaga/institusi, sehingga program berjalan dengan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi.
8. Mind set mengenai pola pengembangan belum terbangun dengan baik.

Permasalahan di atas merupakan beberapa hal yang dapat menghambat proses pengembangan kluster rumput laut, sehingga perlu adanya langkah kebijakan strategis. Untuk itu perlu dilakukan tindak lanjut, diataranya :
1. Perlunya advokasi berkaitan dengan pola kemitraan usaha rumput laut
2. Perlunya implementasi peraturan perihal pemanfaatan zonasi perairan
3. Meningkatkan peran dan kerjasama secara sinergi dan berkelanjutan dari seluruh stakeholder dalam menjamin keberlangsungan kegiatan usaha rumput laut.
4. Perlunya menyusun model jaringan sinergis mulai dari factor produksi sampai dengan pasar
5. Perlunya dukungan permodalan baik dari pemerintah,perbankkan dan swasta
6. Perlu merubah kultur masyarakat dan membangun mind set melalui sosialisasi baik aspek teknis maupun non teknis tentang sumberdaya rumput laut.
7. Perlunya pengawasan kualitas dan perkembangan pasar secara berkala
8. Meningkatkan peran pendampingan terhadap pelaku utama secara intensif dan berkelanjutan, dengan titik berat dalam rangka alih terap teknologi, penguatan kelembagaan dan kemandirian kelompok.
9. Peningkatan kapasitas dan profesionalime pelaku pembina
10. Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut terutama pada lokasi-lokasi yang direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
11. Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang terintegrasi (sistem kluster) dengan memberdayakan kelembagaan kelompok pengolah.
12. Melakukan kegiatan evaluasi secara berkala dan menyeluruh seperti adanya forum rembug dan temu lapang terhadap semua rangkaian kegiatan usaha rumput laut, sebagai acuan dalam menentukan langkah kebijakan dan mencari solusi atas kendala yang dihadapi.
13. Menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga yang langsung menangani masalah sumberdaya rumput laut, misalnya dalam hal kajian dan penelitian yang secara langsung mendukung kegiatan usaha rumput laut di Kabupaten Jepara.
14. Perlu implementasi nyata hasil kajian dan penelitian sumberdaya rumput laut terhadap pelaku utama, sehingga tidak hanya berhenti pada tahap kajian saja namun harus dilakukan transfer dan pengembangan terhadap pelaku utama

Dari beberapa aspek di atas yang harus menjadi point penting dalam rangka membangun system kluster rumput laut adalah pertama : kesamaan persepsi, komitmen dan kerjasama sinergi dari seluruh stakeholder mulai dari pelaku utama, pelalu usaha, pemerintah, akademisi, perbankkan serta lembaga/insttusi ; Kedua : adalah peran pendampingan secara berkelanjutan yang menjadi tanggung jawab bersama semua elemen yang terlibat secara langsung dengan titik berat pada penguatan kelembagaan dan kemandirian serta membangun kultur positif pelaku utama rumput laut..